22.00
Hyunjae terpejam erat saat Juyeon telah mencapai puncaknya. Kejantanan Juyeon sangat besar itu menghujam dengan sangat kuat sampai menyentuh g-spotnya.
Terlebih dengan posisi menungging seperti ini, rasanya seperti ditusuk sampai menembus jantung. Rasa nikmat yg bercampur dengan sedikit rasa sakit memberikan euforia tersendiri yg justru membuat Hyunjae ketagihan. Permainan Juyeon memang tak pernah gagal, batinnya.
Setelahnya, mereka melemas hingga sama sama terbaring dengan posisi tengkurap, karna sebelumnya Hyunjae tengah menungging diatas kasur dan Juyeon yg berlutut dibelakangnya.
Namun Juyeon tak lantas mencabut penisnya. Ia hanya terdiam menindih tubuh Hyunjae. Dengan kepala terkulai diatas kasur, tepat berhadapan dengan wajah Hyunjae. Keduanya terlihat masih sibuk saling melumat walaupun energinya telah terkuras. Ciumannya masih terasa menuntut hingga menimbulkan suara kecipak, walaupun sama sama telah lemas. Hingga pada akhirnya Juyeon mencabut penisnya lalu berbaring terlentang disamping Hyunjae.
“Udahan?” Tanya Hyunjae keheranan.
“Udah.”
“Cuma sekali? Tumben?”
“Cape.”
“Cape? Abis ngapain emangnya? Hari ini lo free ga ada jadwal. Cuma kuliah doang sama ke cafe bentar kan?”
“Terus?”
“Yaaa ga biasa aja. Biasanya lo paling semangat kalo diajakin ngewe.”
“Maksud lo gue gaboleh cape gitu? Freenya sesekali doang tapi lo ngajakin ngewenya tiap hari. Apa ga gemeter dengkul gue? Lo kenapa jadi hypersex gini sih?”
“Ya karna cuma hal itu yg bisa bikin lo deket sama gue terus 😔”
“Mulai deh mulaiiiiii.. lo masih mau? Yaudah sana kasih servis terbaik lo biar dia ngaceng lagi. Gue males debat malem malem gini.”
“Beneran boleh? 😃”
“Iyaaa.. tapi ntar lo yg gerak ya?”
“Iya iya!”
Seperti seorang anak kecil yg kegirangan setelah mendapatkan permen, tanpa basa basi Hyunjae melakukan tugasnya. Melahap penis Juyeon yg akhir akhir ini menjadi favoritnya. Mengulum, menjilat, menyesapi lubangnya, dan sesekali mengocoknya.
Namun entah kenapa kali ini usahanya terasa sulit. Kejantanan Juyeon belum memperlihatkan reaksi apapun, dan justru malah ia yg menegang. Membuatnya gelisah dan tanpa sadar mulai menggesekkan miliknya sendiri ke kasur.
Lalu, lama kelamaan ia mulai memikirkan ucapan Juyeon sebelumnya. Apa iya dirinya telah menjadi seorang pervert yg hypersex?
Apa ini efek dari rasa takut akan kehilangan Juyeon? Ataukah ia memang sudah tak lagi mempunyai harga diri hingga diotaknya kini yg ada hanyalah melakukan hubungan intim bersama Juyeon? Apakah kini hidupnya didedikasikan hanya untuk melakukan sex?
Hyunjae mulai dibuat overthinking akibat pemikirannya sendiri.
Akhirnya ia pun berhenti dan menatap nanar kejantanan Juyeon yg tengah ia genggam. Masih melemas seperti sebelumnya.
“Juyeon.. kenapa? 🥺”
“Gatau. Udah dibilang cape tapi lo masih maksa.”
“Tapi biasanya gagini..”
“Berarti biasanya lagi ga cape. Lo paham gasih?”
“Lo bosen ya sama gue?” Pertanyaan tersebut terlontar begitu saja dari mulut Hyunjae dengan nada yg sedikit bergetar dan mata yg berkaca kaca. Pikiran pikiran buruk mulai merasuki dirinya.
“Astaga.. gue cuma lagi cape aja. Jauh banget mikirnya.
Terlambat. Hyunjae sudah benar benar menangis dibawah sana. Sembari tetap melanjutkan kegiatannya dengan air mata yg berlinang. Berharap Juyeon kembali terpancing dan mencari kepuasan pada dirinya. Hyunjae tak suka diabaikan. Yg ia mau, Juyeon terus membutuhkannya walau hanya sebagai pemuas nafsu.
Ditengah tangisannya yg pilu, ia tetap memberikan servis terbaiknya. Isakannya terbungkam akibat keberadaan penis Juyeon di dalam mulutnya. Namun air liur yg bercampur dengan air mata tersebut masih saja tak mampu untuk memancing nafsu Juyeon walaupun terasa semakin licin dan menimbulkan rasa geli.
Juyeon justru merasa iba melihat pemandangan menyedihkan tersebut. Ia pun bangkit untuk duduk, lalu menangkup wajah Hyunjae agar berhenti.
“Sebegininya lo pengen muasin gue. Lo beneran takut gue tinggalin?”
“I-iyaa..”
“Lo sayang sama gue?”
“Banget, Juyeon.. gue sayang banget sama lo..”
“Sini gue bantuin biar lo keluar. Tapi abis itu tidur ya?”
“E-engga usah. Gue tidur aja.”
“Yakin?”
“Iyaa..”
Perdebatan tentang hubungan yg tak pernah menemui titik terang tersebut membuat Hyunjae semakin putus asa.
Juyeon yg tak pernah mau memberikan kejelasan, ditambah dengan kebiasaan mereka yg berubah membuat Hyunjae semakin yakin bahwa Juyeon mungkin telah bosan dengan tubuhnya. Membuat Hyunjae semakin ketakutan dibuatnya.
Entah ini benar benar sebuah rasa cinta atau hanya obsesi, yg jelas Hyunjae tak mau kehilangan sosok lelaki yg telah merenggut harga dirinya tersebut. Yg Hyunjae mau Juyeon tetap berada disisinya sampai kapanpun.
Namun malam ini ia dibuat ketakutan setengah mati dan kembali terpuruk.
Walaupun Juyeon tengah memeluknya erat, namun ia tak benar benar terlelap. Hyunjae menghabiskan malamnya dengan menahan isakan sampai pagi. Dengan segala macam pikiran buruk yg menghantuinya.