Suicide
05.30
“Juyeon? Tumben nyiapin baju sendiri? Biasanya Jeje yg subuh subuh ambil baju kesini.”
“Oh anu, Hyunjae lagi masak ma. Tadi kita bangunnya agak kesiangan jadi aku ambil sendiri aja perlengkapannya.” Ujar Juyeon penuh kebohongan. Karna semalam ia memang tidur dikamarnya sendiri.
“Ohh.. abis ngapain tuh sampe bangun kesiangan?”
“Apasih ma? Pagi pagi udah kotor aja pikirannya.”
“Ya gapapa kan obrolannya sesama orang yg udah menikah. Kalo ngobrolin yg beginian sama Eric baru gaboleh.”
“Udah ah aku mau balik dulu takut telat.”
“Yahhh malu dia bahas urusan ranjang.”
Entah kenapa, ucapan mamanya barusan terus berputar putar dikepala Juyeon.
Benar, pagi-pagi begini biasanya Hyunjae akan disibukkan dengan berbagai macam urusan rumah tangga. Pemuda berparas manis tersebut akan menjadi orang pertama yg bangun lalu mulai berkutat didapur.
Sembari menunggu masakannya matang, biasanya Hyunjae akan berlari kerumah mertuanya untuk mengambil pakaian kerja untuk sang suami, menggantungnya didalam kamar saat kembali kerumah, lalu membangunkan suaminya sekalian.
Setelah memastikan Juyeon benar-benar bangun, Hyunjae akan kembali kebelakang untuk menyiapkan sarapan.
Sementara menunggu Juyeon mandi, biasanya Hyunjae akan melakukan pekerjaan rumah yg lain jika tak ada kelas pagi. Seperti mencuci baju, menyapu, mengepel atau bahkan membersihkan pekarangan rumah. Lalu saat ayah dan suaminya terlihat telah siap, Hyunjae akan ikut duduk dimeja makan untuk melayani kedua lelaki tersebut.
Hyunjae benar benar menjadi definisi dari kata sempurna. Namun sayang Juyeon masih belum membuka mata hatinya.
Mari kita kembali ke point utama. Ucapan sang ibu yg terus-terusan berputar dibenaknya tentang kebiasaan Hyunjae melayaninya dengan telaten disetiap harinya, yg jelas sangat berbeda dengan hari ini.
Juyeon terpaksa melakukan semuanya sendiri karna perselisihan mereka semalam. Namun begitu, entah kenapa rasanya ada yg tidak pas. Terasa berbeda dan membuat Juyeon sangat tak nyaman. Mungkin karna ia telah terbiasa dilayani dengan sangat baik oleh Hyunjae. Aneh rasanya jika ia kembali mengurus sendiri keperluannya. Semacam merindukan kebiasaan barunya itu.
Berbagai macam hal terus berkecamuk mengganggu pikirannya. Hingga pada akhirnya Juyeon putuskan untuk mendatangi kamar Hyunjae dan melihat kondisinya. Jujur saja, ada sedikit rasa khawatir di dalam benaknya karna Hyunjae belum terlihat sibuk pagi itu.
Sesampainya disana, Juyeon memutar kenop pintu sepelan mungkin agar tak menimbulkan suara.
Suasana didalam masih sama seperti semalam saat ia menghajar Hyunjae tanpa ampun. Penerangannya juga masih temaram karna semalam saat mereka bertengkar, hanya lampu tidur yg tengah menyala.
Setelah beradaptasi dengan minimnya cahaya, Juyeon mencoba untuk mencari keberadaan Hyunjae. Dan betapa terkejutnya ia saat mendapati Hyunjae masih berada pada posisinya semalam.
Ditambah dengan rintihan lirih memanggil sang ibu dengan suara yg sangat lemah dan bergetar, terlihat meringkuk dilantai sembari mendekap lututnya erat tepat disebelah nakas. Dan disana juga terlihat obat yg berceceran. Berasal dari laci nakas yg terbuka lebar.
Saat jarak semakin dekat, Juyeon baru menyadari jika mulut Hyunjae telah berbusa, matanya setengah tertutup, wajahnya membiru, dan kulit tubuhnya putih pucat.
Saat itulah, untuk pertama kalinya hati Juyeon yg sekeras baja kini bergetar hebat. Rasa takut akan kehilangan mulai merasuk ke dalam jiwanya. Mengalir bersama aliran darah, membuatnya sangat terguncang. Pedihnya penyesalan juga menyerangnya dari segala arah. Entah darimana datangnya. Yg jelas, Juyeon tengah kalut dibuatnya.
Lantas Juyeon duduk bersimpuh dihadapan pemuda manis tersebut. Mengangkat tubuh bagian atasnya untuk dipangku. Mencengkeram dagunya dan berkali kali mengguncangkan kepala Hyunjae agar tetap sadar. Sembari mengelap busa dan cairan kuning yg terus terusan keluar dari mulut Hyunjae.
“Massss.. a-aku mau ikut i-ibu ya? Aku ka-kangen ibuuu..”
“Engga!! Gaboleh!! Kamu tetep disini sama saya!! Kamu gaboleh pergi!!”
“Masssss.. kamu ta-tau ga, wa-walaupun kitttta dijo-jodohin, tapi a-aku sayang kamunya bebbb-beneran hehe..” Ujar Hyunjae untuk yg terakhir kali. Tetap berusaha untuk terlihat ceria seperti biasanya dengan kekehan lemahnya, yg justru membuat Juyeon semakin merasa bersalah.
Setelahnya, kepala Hyunjae terkulai tak berdaya, bersamaan dengan tertutupnya kedua manik indah yg sebelumnya tengah menatap Juyeon dengan tatapan sayunya. Membuat Juyeon histeris. Tangisnya pecah. Ia terus-terusan meraung memanggil nama Hyunjae seperti orang kesetanan. Berharap pemuda berparas manis tersebut kembali membuka matanya.
“LEE HYUNJAEEEEEEEEEEE!! KAMU GABOLEH PERGI!! KAMU GABOLEH NINGGALIN SAYA SENDIRI DISINI!! BANGUN HYUNJAE!! SAYA MOHON.. ayo buka matanya.. mungkin sudah terlambat untuk mengakuinya tapi kamu harus tau kalau saya juga sayang banget sama kamu.. saya cinta sama kamu Hyunjae! Tolong maafin saya.. Hyunjae bangun.. ayo kita mulai semuanya dari awal lagi. Dan saya berjanji akan membuat kamu menjadi manusia paling bahagia dimuka bumi ini..” ujar Juyeon semakin lama semakin putus asa. Sembari mendekap erat tubuh lemas Hyunjae yg terasa sangat dingin. Berharap bisa menyalurkan kehangatan yg selama ini tak pernah bisa ia beri.