phantomjyn


Malam itu, udara terasa semakin dingin. Suara rintik hujan juga mulai terdengar beradu dengan atap. Menambah syahdu pada suasana.

“belum ngantuk, sayang?” tanya Sangyeon sembari mengeratkan pelukannya pada tubuh Hyunjae

Keduanya masih dalam posisi yg sama seperti sebelumnya.

“belum mas. Lagian besok kelasku agak siangan. Filmnya lagi seru nih, nanggung udah setengah jalan.” balas Hyunjae sembari memiringkan kepalanya, karna kini ceruk lehernya telah ditempati oleh kepala sang suami dengan dekapan yg semakin dalam.

“baunya lucu, kaya bayi.” ujar Sangyeon sembari menghirup aroma tubuh Hyunjae dari ceruk lehernya.

“aku kan emang suka mandi pake sabun bayi mas. Enak aja baunya. Aku suka.” balas Hyunjae sembari bergerak gerak gelisah karna Sangyeon mulai mengecupi kulit lehernya yg seputih susu itu.

“maasssss..” rengeknya gelisah.

Namun Sangyeon seolah tuli. Bukannya berhenti, kedua tangannya kini justru ikut bermain main diluar piyama yg Hyunjae kenakan. Menelusuri lekuk tubuh Hyunjae lalu berhenti tepat di dadanya yg montok.

Diusap usapnya dada Hyunjae dari luar hingga terlihat sesuatu yg mungil mencuat disana.

“mmassss.. ka-kamu.. nghh..” Hyunjae gelagapan dibuatnya.

Setelahnya, Sangyeon menarik selimut hingga menenggelamkan Hyunjae dan hanya menyisakan kepalanya.

Didalam sana, Sangyeon mulai membuka satu persatu kancing piyama yg Hyunjae kenakan hingga terlepas seluruhnya. Lalu menelusuri inci demi inci kulit mulusnya, meremas dadanya, dan memilin nipple mungilnya yg telah mencuat keras.

Tak cukup sampai disitu, salah satu tanganya mulai turun kebawah dan menghilang dibalik celana piyama Hyunjae.

“massss.. ka-kamu mau i-itu yaa?” tanya Hyunjae lirih dengan nada suara yg bergetar menahan desahan.

“massss aku ta-takut..”

“bajunya di lepas dulu sayang..” bibik Sangyeon lirih, setelahnya mengecup lembut telinga Hyunjae dengan bibirnya yg basah. Membuat Hyunjae bergidik seolah tersengat aliran listrik bertegangan tinggi.

Jujur saja Hyunjae takut, namun ia paham betul bahwa melayani sang suami diatas ranjang sudah menjadi kewajibannya. Maka, tak ada pilihan lain selain menuruti apa yg diperintahkan.

Hyunjae menegakkan duduknya, sembari berusaha mempertahankan selimut untuk menutupi tubuhnya, perlahan Hyunjae melepaskan pakaiannya lalu kembali bergegas menyandarkan tubuh pada dada bidang suaminya.

Namun Hyunjae dibuat melotot kala menyadari bahwa ternyata sang suami tak mengenakan apapun juga.

Kulit bertemu kulit itu menimbulkan sensasi aneh bagi Hyunjae. Rasanya seolah ada yg bangkit di dalam dirinya dengan perasaan yg menggebu gebu. Entah apa itu, ia tak mengerti.

“kakinya tekuk keatas sayang, terus dibuka lebar lebar.” pinta Sangyeon kemudian.

Hyunjae menurutinya, walaupun sembari menengok ke belakang dengan raut wajah khawatir.

“cium mas dulu sayang..”

Sangyeon pikir sebuah lumatan lembut akan dapat membuat Hyunjae sedikit merasa nyaman, namun nyatanya tidak.

“gapapa gausah takut, mas gabakal kasar juga sama kamu.. tolong ini tuangin dikit ke tangannya mas.” lanjutnya sembari menyerahkan sebuah botol kecil yg berisi pelumas pada Hyunjae. Lantas, tangannya kembali menghilang ke dalam selimut.

Ternyata Sangyeon membalurkan cairan tersebut ke area sensitif Hyunjae terutama hole nya. Awalnya hanya mengusap usap lembut, lalu perlahan berusaha untuk memasukkan jarinya.

Hyunjae yg tadinya hanya mencengkeram kedua kaki suaminya itu kini terlihat tengah menggigiti lengan kekar Sangyeon yg terulur ke depan, lengan yg kini jemarinya mulai bermain keluar masuk di dalam lubang diujung sana.

“sakit sayang?”

Hyunjae menggeleng pelan, dan Sangyeon pun tersenyum senang.

“mau nyoba sekarang?”

Walaupun sedikit ragu, namun pada akhirnya Hyunjae mengangguk juga.

“sini dipangku sama mas. Adep sini, nanti masukin sendiri senyamannya kamu aja, kalo gabisa jangan dipaksa ya? Mas gapapa banget kalo disuruh nungguin kamu sampe bener bener siap ngelakuin ini.”

“i-iya masss..”

Setelah berbalik badan, Hyunjae yg awalnya khawatir kini fokusnya teralih pada 'sesuatu' milik suaminya dibawah sana. Bagaimana bisa ukurannya sebesar itu? Pikirnya.

Sangyeon tau kemana arah pandang Hyunjae, ia juga tau sepenasaran apa Hyunjae saat itu. Lalu diraihnya satu tangan Hyunjae dan dituntunnya untuk menggenggam kejantanannya yg ternyata dengan menggunakan satu tangan Hyunjae pun tak cukup untuk melingkupinya.

Membuat si manis terbelalak shock.

“a-apa engga sakit kalo segede ini mas?”

“gimana kalo dimasukin ke mulut kamu dulu aja?”

Tanpa menunggu arahan, Hyunjae yg penasaran spontan merunduk, membuka mulutnya, lalu memasukkan penis besar suaminya ke dalam mulut.

Kini mulutnya terasa sangat penuh dengan pipi yg menggembung lucu.

Namun tak lama kemudian Hyunjae melepaskannya. Entah mengapa, tiba tiba saja hasratnya meledak ledak tak terkendali.

“dimasukin aja.” ujarnya kemudian.

“kamu yakin?”

“eum.”

Lantas Hyunjae mengambil posisi diatas kedua kaki sang suami sembari berpegang pada kedua bahunya.

“inget, kalo ga tahan jangan dipaksa. Ngerti?”

Sebagai awalan, Sangyeon melumat habis bibir tipis Hyunjae hingga terlihat sedikit membengkak. Sebelum pada akhirnya Hyunjae perlahan menurunkan pinggulnya.

Sial, baru kepala penisnya saja tubuh Hyunjae serasa dibelah menjadi dua. Tanpa sadar, pegangan tangannya dibahu kini telah berganti mendekap kepala sang suami di dadanya.

Sementara Snagyeon yg tenggelam di dada Hyunjae sibuk menyesapi kedua nipple pinknya hingga membuat si manis menggila dan nekat menjatuhkan diri hingga penis sang suami tenggelam seluruhnya sampai ke pangkal, seiring dengan suara teriakan yg menggema ke seluruh penjuru ruangan beradu dengan derasnya guyuran hujan diluar sana.

Perlahan, Hyunjae melepasakan dekapannya dan terpampanglah wajah manisnya yg basah oleh air mata bercampur keringat, serta nafas yg memburu. Namun entah mengapa justru membuatnya terlihat sangat seksi dimata sang suami.

Dengan sabar, Sangyeon mengusap wajah si manis sembari menunggu helaan nafasnya kembali teratur dan sedikit tenang.

“sakit? Maaf ya sayang..” ujarnya sembari mengecupi wajah Hyunjae.

“a-aku yg mau mas..”

“tetep aja mas ga tega liat kamu kesakitan kaya gini. Maaf ya?” kali ini permintaan maafnya diiringi dengan genggaman tangan di ‘milik’ si manis sembari memainkan ujungnya.

Lagi lagi, Hyunjae dibuat belingsatan seperti orang kesetanan. Terlebih, miliknya masih basah bekas pelumas yg tadinya Sangyeon balurkan.

“ja-jangan masss.. nanti keluar.”

“gapapa, sengaja nunggu kamu enak dulu baru mas berani buat gerak. Biar ga terlalu sakit rasanya.”

Tak lama kemudian, desahannya mulai terdengar seperti rengekan, Sangyeon tau Hyunjae sedang menuju klimaksnya. Saat itulah, Sangyeon membalik posisi mereka dengan sekali gerakan, hingga kini Hyunjae berada di bawah kungkungannya.

Hyunjae terlihat menggeliat geliat dengan wajah mengiba seiring dengan melesaknya penis besar sang suami yg menghujamnya tanpa ampun. Namun Hyunjae gagal mempertahankan dirinya, tangan besar sang suami yg sedari awal bermain pada ‘miliknya’ sukses membawanya menuju nikmatnya yg pertama.

Inginnya teriak, namun bibir tipisnya yg kini telah membengkak merah kalah cepat dengan raupan Sangyeon dan kembali melumatnya rakus.

Tubuhnya yg lemas kini hanya pasrah tersentak sentak akibat dari brutalnya sang suami yg sedang mengejar nikmat.

Seakan lupa pada janjinya untuk tak menyakiti si manis, Sangyeon yg melihat penis besarnya dilahap oleh lubang sempit Hyunjae dibawah sana justru semakin menggila, tak peduli pada permohonan ampun yg mengalir dari mulut Hyunjae terlebih kini ‘milik’ si manis kembali mengeras. Semakin bersemangatlah Sangyeon menghujamkan penisnya hingga ke pangkal.

Akhirnya, teriakan Hyunjae lolos kala penis besar sang suami terasa berkedut dan semakin mengeras, dihentakkan dengan sangat kuat seolah ingin merobek lubang sempit itu, yg kini si empunya terlihat begitu mengenaskan.

“isepin ujungnya sayang.. masih belum keluar semua itu.” ujar Sangyeon sembari menjejalkan kepala penisnya ke dalam mulut Hyunjae, sembari terus mengocoknya.

“shhh makasih sayang.. sekarang nungging.”

“mas ampun maassssss.. besok ada kelas lohhh..” rengek Hyunjae memohon ampun pada suaminya yg ternyata seperkasa itu. Ia benar benar tak menyangka. Padahal kini kondisinya terlihat sangat menyedihkan dengan tubuh yg lemas, bibir yg bengkak, sekujur tubuh yg penuh kissmark, serta mulut dan lubangnya yg penuh bekas sperma.

Namun nyatanya Sangyeon tak peduli, ia menarik selimut untuk membungkus tubuh keduanya dan kembali menggagahi si manis yg montok, hingga malam itu dipenuhi oleh teriakan Hyunjae yg memohon ampun.

Inginnya melawan, namun Hyunjae kalah tenaga. Tubuhnya yg ditindih oleh tubuh kekar Sangyeon berakhir pasrah di ditiduri oleh sang suami hingga pagi menjelang.

Akhirnya setelah berbulan bulan menikah, inilah malam pertama keduanya, yg akan menjadi awal rumah tangga mereka berjalan sebagaimana mestinya.

Disuatu pagi yg cerah, Juyeon terlihat sibuk membongkar lemari bajunya, sembari sesekali meneliti beberapa pakaian yg sekiranya cocok dengan apa yg sedang dicari. Lalu melemparkannya ke atas ranjang saat dirasa baju baju tersebut dapat menjadi pilihannya nanti.

Sementara itu, si hybrid terlihat tengah duduk dipinggiran ranjang dengan kaki yg menggantung dan diayun ayunkan, sembari memperhatikan apa sedang diperbuat oleh tuannya itu dengan rasa penasaran yg begitu tinggi.

“Juyo lagi nyari apa sih? Sini bilang biar gembul cariin. Soalnya udah lama sejak kita hidup berdua semua urusan rumah gembul yg kerjain, jadi gembul pasti tau apa yg lagi Juyo cari di dalem situ.”

“Engga, ini lagi nyari jas sama kemeja. Sengaja dikeluarin semua biar bisa milih.”

“Buat apa Juyo? Ini kan weekend. Masa Juyo mau kerja? Gembul nanti sedih loh kalo ditinggalin mulu ☹️”

“Apasih mbul?” Tanya Juyeon gemas sembari terkekeh pelan melihat ekspresi sedih hybridnya atas asumsi tidak benar yg dibuat sendiri olehnya. Sebelum pada akhirnya sebuah kecupan kecil mendarat di bibir tipis si hybrid yg manis.

“Engga mau kerja, sayang. Nanti Juyo mau dateng ke acara nikahan temen.”

“Sama gembul apa engga, Juyo?” Tanyanya memelas. Membuat Juyeon spontan berjongkok dihadapannya, berniat untuk mengusilinya lebih jauh lagi.

“Ngarep banget diajakin sama Juyo? Kalo Juyo gamau gimana?”

“Gembul mau nangis aja. Gabakal berhenti sebelum Juyo pulang nanti!”

“Cium dulu sini. Nanti Juyo pikir pikir lagi. Siapa tau berubah pikiran.”

Spontan si hybrid yg polos menempelkan bibir keduanya dengan semangat, yg kemudian dilumat lembut oleh sang dominan.

“Oke gembul diajakin.” Ujar Juyeon pada akhirnya sembari mengusak puncak kepala si hybrid yg kini sedang menatapnya dengan mata yg berbinar kegirangan. Membuat Juyeon tersenyum hangat karenanya.

“Asik!”

“Tapi inget, gaboleh apa?”

“Nakal!”

“Gaboleh apa lagi?”

“Sewot sama orang 🙄”

“Pinter.. kamu tuh cemburuan banget heran.. semua orang yg deket sama Juyo dijutekin, diajakin ribut sama kamu, kan ga semua orang dikota ini naksir sama Juyo mbul. Gagitu konsepnya.. Lagian ga semua orang jomblo juga. Jangan main sikat aja. Tiap ada yg deketin Juyo kamunya auto serem udah kaya mau makan orang. Kan jadi pada takut sama kamu mbul. Apalagi sekarang udah banyak yg tau kalo kamu hybrid beruang grizzly. Juyo nih lama lama gapunya temen juga mbul.”

“Kan sayang. Masa gaboleh cemburu?”

“Tapi harus ada alesannya yg jelas. Ga semua orang tiba tiba kamu ajakin berantem mentang mentang kamu serem.”

“Iya iya gagitu lagi 🙄”

“Janji?”

“Janji. Nanti kalo ada yg deket deket sama Juyo, aku tanyain dulu deh jomblo apa engga.”

“Ya Tuhan.. gagitu juga mbul. Mau jomblo atau suka sama Juyo sekalipun, itu gabakal jadi masalah kalo Juyo nya ga suka balik ke dia. Ngerti?”

“Terus Juyo sukanya siapaaa? 😍”

“Juyo sukanya cuma sama gembul doang. Buktinya selama ini gembul selalu diajakin kemanapun Juyo pergi. Biar gembul tau Juyo ngapain aja diluar sana. Biar ga uring uringan mulu kalo ditinggalin sendirian dirumah. Biar orang orang tau juga kalo Juyo punya gembul.”

“Ah masaaaaa?”

“Kamu aku gigit ya?”

“Kan beruangnya aku, kenapa Juyo yg gigit?”

“Gigit gigitan aja deh mbul.”

“Hehe..”

“Mandi duluan sana mbul. Juyo pilihin bajunya nanti pake baju sendiri ya? Gantian Juyo yg mandi.”

“Owkayyyy..”

Juyeon yg baru saja selesai mandi dan berniat untuk masuk ke dalam kamar itu malah dibuat mematung di pintu kamar dengan tatapan yg yg terfokus pada hybridnya.

Hingga ia tak menyadari bahwa hybridnya tengah mengajaknya berinteraksi sejak beberapa menit yg lalu, karna sibuk mengagumi pesonanya yg memikat dan mematikan setiap kali mengenakan pakaian formal.

Juyeon selalu dibuat gagal mempertahankan fokusnya ketika menatap betapa indah pahatan cantik yg berada dihadapannya tersebut setiap kali berada dalam mode “Lee Hyunjae”. Dunianya benar benar teralihkan. Dan Juyeon tak kan pernah bosan untuk terus memujanya walaupun mereka selalu bersama setiap detik.

“Gapapa kan Juyo? Juyo?! JUYOOOOOOO!! 😠”

BUG!!

“Aw sakit! Kok dipukul mbul? ☹️”

“Abisnya bengong mulu!”

“Jadi, gimana?”

“Gapapa kan ya?”

“Apanya yg gapapa? Kamu tadi ngomong apa mbul?”

“Ishhh nyebelin ada orang ngomong ga didengerin! Ini kalo gembul pake kemeja doang gimana Juyo? Gapapa? Cuacanya lagi panas banget. Gembul gamau pake jas yg tebel itu ☹️”

“I-iya gapapa sih..”

“Oke berarti udah selesai siap siapnya.”

“Cantik banget..”

“JUYO PAKE BAJU DULU JANGAN NGELANTUR ITU HANDUKNYA MAU MELOROT!!” Teriak si hybrid heboh sembari menutupi wajahnya karna tepat pada saat ia menyelesaikan kalimatnya, handuk yg menutupi bagian bawah tubuh Juyeon benar-benar telah merosot ke lantai.

Terhitung belum lama Juyeon terlelap dalam tidurnya. Namun saat ia merubah posisi menghadap ke samping, lengan besarnya hanya merengkuh angin dan mendarat diatas kasur. Spontan Juyeon membuka matanya kembali. Bayi beruangnya hilang entah kemana.

“Ck, bayi dugong ini mau bikin gebrakan apalagi tengah malem gini? Awas aja ntar kalo udah ketemu. Marah banget gue lagi enak enak tidur dibikin tegang gini. Ck!” Gerutunya kesal sembari berjalan keluar.

Dan tak sulit bagi Juyeon untuk menemukan apa yg sedang dicari saat melihat pintu belakang rumahnya yg terbuka lebar. Rasa kantuknya pun mendadak hilang saat udara dingin yg berasal dari luar berhembus kencang menerpa tubuhnya. Maklum, musim dingin telah datang.

“LEE GEMBUL MALEM INI KAMU TIDUR DILUAR AJA YA!” Teriak Juyeon kesal saat mendapati hybridnya tengah bermain salju sendirian di halaman belakang rumah mereka.

Si bayi beruang terdiam membeku ditempatnya sembari perlahan memutar kepalanya ke arah belakang, senyum kaku terukir di mulutnya, memperlihatkan deretan gigi gigi tajamnya.

Disana, di teras belakang rumah si bayi beruang mendapati tuannya sedang berdiri sembari berkacak pinggang dengan tatapan mata yg berapi api. Sebelum pada akhirnya sebuah pekikan nyaring terlontar dari mulutnya, mengiringi langkah kaki kecilnya yg tengah berjalan secepat yg ia bisa.

Dan spontan melompat kedalam dekapan Juyeon sesampainya disana, dengan kedua lengan kecilnya yg mengalung erat di leher jenjang pria yg selama beberapa tahun terakhir menjadi malaikat pelindungnya itu.

Ia benar benar takut disuruh tidur diluar sendirian. Padahal Juyeon juga takkan berbuat setega itu pada kesayangannya. Niatnya hanya ingin menggertak karna kesal.

Sesampainya dikamar, Juyeon mendudukkan bayinya dipinggiran ranjang, sementara ia sendiri berjongkok dibawah, tepat di hadapannya, sedang menunggu perubahan serta meminta penjelasan.

“Juyo marah ya?”

“Menurut kamu aja mbul.. Jadi bisa dijelasin ga apa motivasi kamu mainan salju tengah malem gini? Musim dingin udah dateng, harusnya kamu siap siap buat hibernasi. Malah begajulan gajelas.”

“Justru itu Juyo. Selama ini tiap musim dingin aku selalu tidur. Gapernah liat salju. Tadi tuh pengen megang aja hehehe.. maaf ya Juyo 😬”

“Gabisa besok pagi aja emangnya?”

“Takutnya udah ngantuk berat terus gagal lagi. Jangan marah ya Juyo? Bentar doang kok. Ini udah didalem juga kan sama Juyo?”

“Soalnya udah ketauan. Coba kalo ga ketauan, pasti diterusin. Juyo nih udah hafal tabiat kamu luar dalem ya! Gausah ngeles. Bandel banget heran..”

“Tapi mainan salju kan ga bahaya Juyo. Gembul juga punya bulu yg tebel jadi anti kedinginan. Harusnya gapapa sih..”

“Iya kamunya gapapa, akunya yg kenapa kenapa. Liat, jadi kebangun kan gara gara ga ngelonin kamu. Jadi gabisa tidur lagi. Udah ilang ngantuknya. Udahlah tidur sendiri sendiri aja. Nanti kalo kamu ilang ilangan lagi biar Juyo biasa sendirian.”

“Kok gitu? ☹️”

“Kamu pikir, aku bakal luluh liat tampang melas kamu itu mbul?”

“Kalo kaya gini?” Jika ekspresi sedihnya tak membuahkan hasil, maka si hybrid menggantinya dengan ekspresi yg jauh lebih menggemaskan daripada yg sebelumnya. Ia paham betul apa kelemahan Juyeon.

“Sini kamu mbul aku uwel uwel!!!”

Tepat sasaran! Pendirian Juyeon telah runtuh.

Dasar lemah.


Ratusan tahun yg lalu, tepatnya di awal abad ke 12, berdirilah sebuah kekaisaran yg amat sangat besar, yg kini kita kenal sebagai kekaisaran Mongol. Kekaisaran yg mampu menakhlukkan hampir seluruh daratan Eurasia dan berjaya dibawah kepemimpinan Genghis Khan. Hingga wilayahnya semakin meluas seiring berjalannya waktu.

Kala itu, bangsa Mongol terkenal sebagai bangsa yg barbar, tak kenal rasa takut, dan tak pernah terkalahkan. Mereka juga terkenal tangguh, memiliki strategi perang yg hebat, dan pasukan militer yg ditakuti oleh bangsa bangsa lain pada zamannya. Dan, menakhlukkan serta merampas wilayah kerajaan lain bukanlah hal yg sulit bagi mereka. Maka tak heran jika Kekaisaran Mongol dapat menakhlukkan seperempat isi bumi.

Setelah kematian Genghis Khan, Kekaisaran Mongol pada dasarnya terbagi menjadi empat khanat atau kerajaan, yaitu Dinasti Yuan (China), Ilkhanate (Persia), Kekhanan Chagatai (Asia Tengah), dan Golden Horde (Rusia), yg kesemuanya dipimpin oleh para keturunan Genghis Khan sendiri. Namun ini bukan berarti sebuah perpecahan. Karna semakin meluasnya wilayah mereka, rasa rasanya tak mungkin jika hanya mempuyai satu pemimpin.

Demi menghindari serangan musuh atau pemberontak yg ingin melepaskan diri, maka dibagilah menjadi empat wilayah namun masih dalam satu kesatuan, dengan satu pemimpin di pusat yg merupakan anak sulung dari kaisar. Dan tetap seperti itu selama ratusan tahun lamanya.

Sampai pada akhirnya, terjadilah perpecahan yg sesungguhnya ketika Möngke Khan, dinasti ketiga dari Genghis Khan meninggal pada tahun 1259 dengan tidak mendeklarasikan penerus, sehingga menimbulkan pertikaian antara garis keluarga.

Perang saudarapun tak terhindarkan. Namun tak berlangsung lama karna pada akhirnya semua tunduk pada Kubilai Khan, salah satu saudara Möngke Khan yg paling tangguh.

Dan puncak kejayaan kekaisaran ini dapat dicapai pada masa pemerintahan Kubilai Khan. Kekaisaran Mongol menjadi jauh lebih besar dibanding pada saat dipimpin oleh Genghis Khan.

Kubilai Khan bahkan telah membangun reputasi sebagai penakluk hebat sejak sebelum naik takhta menjadi kaisar. Pada masa pemerintahannya, berbagai invasi ke negeri-negeri Asia Timur dan Tenggara yang telah dimulai sebelum ia naik takhta juga terus digalakkan. Praktik ekspansi wilayah tersebut berhasil memperluas wilayah Kekaisaran Mongol secara signifikan.

Namun karna terlalu sibuk melakukan invasi, ia tak memperhatikan bahwa wilayah wilayah yg berada dibawah kekuasaan sedang tak baik baik saja. Selain efek dari perang saudara yg terjadi sebelumnya, Empat kekhanan tersebut mempunyai kepentingan dan tujuannya masing masing yang berbeda, dan pada akhirnya runtuh lah pada waktu yang berbeda pula.

Kini, keempat kekhanan tersebut tercerai berai. Perang saudara kembali tersulut dan jauh lebih besar daripada yg sebelumnya, dengan niat ingin menjadi penerus tahta.

Keempatnya terus terusan saling menyerang dan saling menakhlukkan, bahkan hingga Khubilai Khan meninggal dunia.

Dan salah satu wilayah yg di pimpin oleh Kaidu Khan yg merupakan keturunan dinasti keempat, menjadi satu satunya bangsa yg mempertahankan gaya hidup lama, sama seperti pada saat dipimpin oleh Genghis Khan. Mereka barbar dan tak pandang bulu. Menyerang siapa saja bahkan saudaranya sendiri demi menyatukan kembali wilayah Kekaisaran Mongol dan menjadi pemimpin utamanya.

Padahal, seiring berjalannya waktu dan bergantinya zaman, wilayah yg dipimpin oleh para saudara Kaidu Khan yg lain telah menerima keruntuhan Mongol dan memilih untuk hidup damai bersama kekaisarannya masing masing.

Kaidu Khan yg ambisius mewajibkan semua rakyatnya agar menjadi orang yg tangguh dan tak terkalahkan. Tak hanya bagi pria, wanita pun wajib hukumnya untuk berlatih militer dan bertarung.

Bahkan, Kaidu menggembleng kelimabelas anaknya yg kesemuanya adalah lelaki untuk menjadi manusia yg jauh lebih tanggung daripada pasukan militer sekalipun. Gengsinya terlalu tinggi. Sebagai keluarga kerajaan, Kaidu ingin ia dan semua anggota keluarganya ditakuti.

Sedari kecil, anak anaknya ditempa sedemikian rupa dengan pelatihan yg sangat keras. Tak terkecuali Lee Hyunjae, anak bungsu sekaligus anak kesayangan sang Kaisar.

Sebenarnya, Kaisar menyayangi semua anak anaknya. Namun Hyunjae mendapatnya perhatian yg lebih besar dari sang ayah karna ia berbeda.

Tak seperti ke empatbelas kakaknya yg tumbuh menjadi seorang lelaki tampan yg tangguh, Hyunjae justru tumbuh menjadi pemuda dengan paras yg sangat manis. Namun meskipun begitu, Hyunjaelah yg paling tangguh diantara kelimabelas keturunan Kaisar. Bahkan, ia pernah bertarung melawan kakak kakaknya demi memvalidasi ketangguhannya yg selalu diremehkan karna fisiknya yg tak seperti kebanyakan lelaki pada umumnya. Dan seperti perkiraan, Hyunjae tak terkalahkan. Itulah alasannya mengapa ia bisa menjadi anak kesayangan Kaisar.

Setelah menginjak usia dewasa, biasanya Kaisar akan mengangkat anak anaknya mendi seorang panglima militer dan mengirim mereka semua ke berbagai wilayah untuk melakukan invasi bersama pasukannya masing masing.

Sampai pada akhirnya sebuah serangan besar besaran direncanakan oleh sang Kaisar untuk menginvasi pecahan wilayah kekaisaran Mongol yg lain, yg kini dipimpin oleh keturunan langsung dari Kubilai Khan, yaitu dinasti Yuan di daratan China.

Karna sebagian besar anak anaknya belum kembali dan beberapa tak dapat bertugas karna terluka setelah menjalankan tugas invasi, maka mau tak mau Kaisar meminta anak bungsunya menjadi panglima perang yg akan ia kirimkan ke daratan China.

Awalnya Hyunjae menolak. Bukan karna ia tak mau, namun Hyunjae adalah seorang yg sangat pemalu. Karna fisiknya yg manis, membuatnya tak percaya diri walaupun ia merupakan yg paling tangguh diantara saudara saudaranya yg lain.

Sampai pada akhirnya sang Kaisar memberikan sebuah pilihan yg sulit bagi anak bungsunya tersebut.

“Hyunjae, ayah udah ga muda lagi. Ayah udah ga sanggup lagi kalo harus disuruh terjun langsung ke medan perang. Sebenernya ayah bisa aja nungguin salah satu kakak kamu pulang atau ngirim salah satu yg ada dirumah walaupun mereka lagi terluka. Tapi ayah gabisa ngebiarin kamu terus terusan jadi orang yg tertutup kaya gini. Seumur hidupmu, kamu gapernah keluar dari istana sekalipun. Jadi ayah terpaksa harus ngirim kamu biar ayah makin yakin kalo kamu beneran tangguh dan siap buat hidup sendiri. Umur manusia ga ada yg tau, Hyunjae. Jadi tolong buktiin kalo kamu beneran tangguh dan ga bergantung sama ayah. Biar ayah bisa pergi dengan tenang kalo ajalnya udah tiba.”

“Engga ayah. Aku gamau. Aku gamau diremehin karna fisikku.”

“Justru itu, ini bisa jadi cara buat buktiin kalo kamu emang lelaki yg tangguh.”

“Tapi aku juga gabutuh validasi. Lagian sebenernya ini semua kemauan ayah kan? Yg poin utamanya mau nakhlukin dinasti Yuan? Ayah tuh terlalu obsesif. Padahal mereka gapernah ngusik kita. Udahlah yah tolong berhentiin semua ambisi ayah yg mengerikan itu. Ayah bukan Genghis Khan atau Kubilai Khan. Semua ini ga semudah yg ayah bayangin. Lagian semua wilayah yg ayah serang itu masih saudara kita kan sebenernya? Toh wilayah kita masih seluas ini. Apalagi yg ayah cari?”

“Apa yg udah dicapai sama leluhur kita harus tetap dijaga. Semua wilayah itu harus disatuin lagi.”

“Tapi aku liatnya gagitu. Ayah terlalu berambisi buat jadi seorang pemimpin besar yg ditakuti kaya Genghis Khan. Dan semua ini gabakal ada habisnya karna semua pecahan wilayah itu juga dipimpin oleh para keturunan langsung dari beliau. Ga cuma ayah, tapi mereka semua juga berhak menjadi pemimpin andai suatu hari nanti kekaisaran Mongol bisa kembali utuh. Ayah itu serakah!”

“Jadi intinya apa?”

“Sebenernya aku ga peduli ayah mau ngapain. Tapi yg jelas aku gamau jadi panglima perang.”

“Kalo gitu ayah punya dua pilihan lain yg bisa kamu pilih, biar ayah bisa pergi dengan tenang kalo udah waktunya nanti.”

“Apa tuh?”

“Menikah sebelum ayah meninggal atau gantiin tahta ayah.”

“Udah gila!”

“Pilih aja. Ayah gapunya banyak waktu buat debat sama kamu karna ayah harus nyiapin pasukan dan nyari panglima perang yg kompeten karna kamu gamau nurutin perintah ayah.”

“Bentar bentar, yg pertama, menikah ga semudah itu. Nyari pendamping hidup yg segampang ngomong doang. Kedua, ayah bakal bikin perpecahan diantara anak anak ayah kalo aku yg jadi penerus tahta karna aku anak bungsu. Aku gamau!”

“Kalo gitu nikah aja. Nanti biar ayah kenalin ke anak anak para keluarga terpadang di negeri ini. Dengan kaya gitu ayah bisa lega karna nantinya bakal ada yg ngerawat kamu. Inget, semua kakak kamu udah nikah. Mereka semua juga udah tersohor sebagai para panglima perang yg tangguh dan tak terkalahkan ke seluruh penjuru negeri. Jadi masa depan mereka aman dan terjamin. Mereka ditakuti dan punya keluarga bahagia yg nantinya bisa gatiin ayah dan ibu buat ngerawat sepanjang hidupnya. Tapi kamu apa? Kalo kamu gamau jadi panglima perang atau gantiin tahta ayah, mending kamu nikah. Inget umur juga. Kamu udah 25 tahun tapi kamu gapernah sekalipun keluar dari istana.”

“Ck, siapin pasukan. Besok aku berangkat ke Tiongkok.”

Akhirnya, sang Kaisar pun dapat tersenyum lega mendengar pilihan anak bungsunya. Walaupun terpaksa, namun Kaisar ingin anak anaknya ditakuti dan disegani oleh para rakyatnya. Siapa yg dapat menjamin keselamatan Hyunjae nantinya jika tak ada seorangpun yg tau bahwa ia merupakan anak dari Kaisar?

Mungkin Hyunjae adalah lelaki yg tangguh dan jelas dapat menjaga dirinya sendiri. Namun bisa jadi ia dianggap sebagai pembual jika tak menampakkan dirinya pada dunia luar mulai dari sekarang, saat sang ayah masih hidup.

Agar semua orang, bahkan musuh sekalipun, mengetahui bahwa Kaisar mempunyai 15 anak laki laki, bukan hanya 14.

Keesokan harinya, Hyunjae benar benar menuruti perintah sang ayah dan berangkat ke daratan Tiongkok bersama dengan lima ribu pasukan dibawah kepemimpinannya.

Dan seperti yg diharapkan, tak sulit bagi Hyunjae untuk mengalahkan lawannya tanpa terluka sedikitpun. Walaupun ia belum dapat merebut wilayah kekuasaan Dinasti Yuan, namun setidaknya Hyunjae telah berhasil memukul mundur lawan dan membuat mereka takut pada pasukan militernya yg barbar dan tak terkalahkan dalam waktu yg singkat.

Hal tersebut merupakan sebuah prestasi yg pertama kalinya diraih oleh Kaidu Khan. Karna sebelumnya, tak ada satupun pasukan militer dibawah kepemimpinan anak lelakinya dapat melancarkan serangan secepat dan seefektif itu.

Dan semakin pilih kasih lah sang Kaisar pada anak anaknya. Hyunjae yg notabene anak terakhir dan paling muda, semakin disayang oleh ayahnya. Membuat saudara saudaranya yg lain merasa iri dan dengki.

Berita tersebut juga telah beredar luas dengan sangat cepat. Eksistensi Hyunjae yg terlihat untuk pertama kalinya itu berhembus kencang dari mulut ke mulut. Bahkan telah meluas diluar daratan Tiongkok.

Sejak saat itu Hyunjae dikenal sebagai anak bungsu Kaidu Khan sekaligus panglima perang paling mematikan dan ditakuti karna ketagguhannya, serta strategi perangnya yg mengadopsi gaya leluhurnya, yaitu Genghis Khan. Dan dengan kebarbarannya itu, Hyunjae tak pernah kehilangan satu pasukanpun di medan perang. Membuat semua orang tak percaya akan apa yg mereka dengar.

Jika ia berangkat membawa lima ribu orang pasukan, maka ia juga akan pulang dengan jumlah yg sama, lengkap dengan senjata dan kuda kuda tunggangan mereka. Tak kurang suatu apapun.

Namun sepertinya sebutan seorang panglima perang yg manis dan berkarakter kejam itu membuat orang orang yg hanya mendengar ceritanya, tanpa pernah bertemu, menjadi salah paham. Mereka pikir, Hyunjae adalah seorang wanita. Karna setelah kepulangannya dari wilayah kekuasaan Dinasti Yuan, ada puluhan atau bahkan ratusan pangeran serta putera dari para keluarga konglomerat seantero dunia datang untuk melamarnya. Membuat Hyunjae pusing setengah mati. Bahkan, beberapa diantaranya tak juga menyerah setelah mengetahui bahwa Hyunjae adalah seorang lelaki. Karna memang semanis itu paras anak bungsu si Kaisar. Dan hal inilah yg Hyunjae takutkan sedari awal, serta alasannya menyembunyikan diri selama ini.

“Hyunjae, ada yg dateng pengen ket- Kalimat lembut yg meluncur dari bibir sang Ratu terpotong ketika anak bungsunya menyela dengan nada muak.

“Apa? Mau ngelamar lagi? Sekarang pangeran dari negeri mana lagi? Ga ada cape capenya heran.. padahal yg sebelum sebelumnya udah dikasih tau kalo aku ini laki laki. Kenapa yg lain masih nekat? Gamungkin mereka ga denger beritanya kan, Bu?”

“Tapi nyatanya apa? Sebagian besar dari mereka masih bertahan demi memperjuangkan kamu. Bukannya ibu mendukung mereka, tapi kayanya hal itu bukan penghalang buat mereka ya? Lagian apa salahnya ditemui dulu. Kasih tau baik baik. Inget, mereka semua bukan orang sembarangan, mereka berasal dari kalangan atas. Jadi apapun niatnya, kita harus menyambut dengan baik dan sopan. Ngerti?”

“Tapi aku cape Bu. Selama ini udah ribuan kali aku jelasin ke mereka semua kalo aku ini laki laki. Tapi masih aja ada yg dateng. Terus aku harus gimana lagi biar mereka berhenti?”

“Kalo gitu cari perempuan buat dijadiin pendamping hidup. Dari manapun asalnya kami ga masalah asal dia orang baik baik dan kalian saling mencintai. Inget kan apa yg udah dibilang sama ayah kamu? Beliau cuma pengen masa depan kamu terjamin sebelum beliau pergi.”

“Tapi itu pilihan kesekian Bu. Aku udah nurutin permintaan ayah buat jadi panglima perang dan dikirim kemana mana buat menginvasi kekaisaran lain selama ini. Kenapa masih disuruh nikah juga? Ga segampang itulah..”

“Ibu tau, tapi kamu tadi minta solusi biar para pangeran itu berhenti ngelamar kamu kan? Ya cuma ini cara satu satunya. Soalnya, saking manisnya anak bungsu ibu ini, mereka sampe ga peduli kalo kamu seorang laki laki. Menikah, Hyunjae.. sana keluar cari tambatan hati kamu. Jangan cuma sembunyi di dalem istana terus. Keluar keluar cuma pas perang. Gimana mau dapet jodoh kalo kaya gitu?”

“Tapi ibu paham betul kalo itu bukan hal yg mudah. Semua perempuan yg pernah aku temui justru minder ngeliat fisikku yg kaya gini. Mereka semua menjauh. Aku gatau harus gimana lagi..”

“Yaudah gini aja, buat sementara tetep kamu temui siapapun yg dateng. Jelasin baik baik, kalo perlu ajakin temenan. Toh ga rugi juga. Nanti lama kelamaan mereka pasti juga paham siapa kamu dan gimana ketertarikan kamu pada orang yg bakal kamu jadiin pendamping hidup.”

“Duhh males banget. Nguras energi tau, Bu. Padahal akhir akhir ini ayah sering banget ngirim aku ke medan perang. Jadi aku butuh banyak waktu buat istirahat.”

Wanita paruh baya dengan guratan kecantikan yg masih terukir jelas diwajahnya itupun menghela nafas dalam. Sejujurnya ia kasihan melihat anak bungsu kesayangannya itu terjebak disituasi yg sangat sulit seperti ini. Namun tak dapat dipungkiri bahwa anak kesayangannya itu memiliki paras yg sangat manis, maka tak heran jika ada banyak lelaki yg jatuh cinta padanya.

Sang Ratu pun berakhir mengalah dan tak lagi mau mengusik ketenangan sang putera yg semakin hari semakin frustasi. Maka setelahnya ia putuskan untuk menemui sendiri semua kunjungan dari para pangeran yg datang dengan maksud meminang anak kesayangannya. Dan sebisa mungkin menjelaskan bagaimana situasinya dengan lembut agar tak menimbulkan kekecewaan karna Hyunjae tak mau menemui mereka lagi.

Sampai pada akhirnya, Hyunjae yg telah muak tiba tiba membuka sebuah sayembara yg diperuntukkan pada para wanita lajang dengan kriteria tertentu yg akan dijadikan pendamping hidup.

Namun seperti yg telah bisa kita duga, sayembara tersebut sepi peminat. Beberapa yg datang tak lebih dari sekedar mengejar hal hal yg berbau duniawi seperti harta dan tahta. Membuat Hyunjae semakin putus asa dibuatnya.

Lalu, tak lama kemudian sebuah kabar buruk datang ke istana, yg mengatakan bahwa semenanjung Korea memberontak dan berusaha melepaskan diri. Maka dengan senang hati dan tanpa suruhan siapapun Hyunjae mengajukan diri serta berinisiatif untuk mengatasinya sendiri, sekaligus mencari pelampiasan rasa frustasinya akan kehidupan percintaannya yg tak seindah orang lain diluar sana.

Sebanyak sepuluh ribu pasukan disiapkan oleh sang Kaisar. Mengingat bahwa selama berabad abad, pasukan inti yg dilatih langsung dibawah kekaisaran tak pernah terkalahkan, maka Kaisar berpikir bahwa para pemberontak mungkin telah tumbuh menjadi sebuah kekuatan yg tak kalah besar hingga dapat melepaskan diri dengan mudah. Oleh sebab itu, sang Kaisar menambahkan lebih banyak pasukan dibawah kepemimpinan anak bungsunya yg akan berangkat saat itu juga, tak lama setelah kabar pemberontakan terdengar.

Hyunjae dengan segala macam rasa kecewa dan kemarahannya akan takdir kehidupan yg rumit, dibuat semakin percaya diri dan yakin akan dapat menakhlukkan kembali semenanjung Korea yg kini telah mendeklarasikan kebebasannya di bawah kepemimpinan Dinasti Goryeo.

Namun sesampainya disana, ternyata situasi jauh lebih rumit daripada apa yg pernah Hyunjae hadapi sebelumnya, karna ternyata telah terjadi intrik internal yg memunculkan sebuah kelompok baru yg kemudian dikenal sebagai Dinasti Joseon.

Hyunjae yg berasal dari sisa sisa Kekaisaran Mongol yg asli, dibuat sakit kepala saat tugasnya menakhlukkan kembali Dinasti Goryeo kini justru terganggu oleh kemunculan Dinasti Joseon, yg notabene tumbuh dari dalam Dinasti Goryeo sendiri dan ingin menggulingkan serta mengambil alih kekaisaran.

Untuk sementara waktu, Hyunjae dan pasukannya hanya bergerilya dalam kesunyian. Memantau situasi dan dibuat terkejut saat Dinasti Goryeo runtuh dilawan oleh internalnya sendiri.

Dan inilah masalah sebenarnya yg harus Hyunjae hadapi, yaitu Dinasti Joseon yg ternyata begitu kuat hingga dapat menggulingkan dinasti yg telah ada sebelumnya.

Bahkan Hyunjae dibuat sedikit menciut saat berhadapan langsung dengan panglima perangnya yg terlihat bengis dan kejam, yg bernama Lee Juyeon.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, namun Hyunjae dan pasukannya tak juga kembali. Membuat sang Kaisar dan ratunya gelisah. Takut terjadi hal hal buruk pada anak kesayangan mereka.

Hingga suatu hari, setelah hampir dua bulan kepergian Hyunjae beserta pasukan perangnya, beberapa diantara mereka yg mungkin berjumlah tak sampai seribu orang, kembali pulang membawa kabar duka akan kekalahan mereka. Tak hanya para pasukan yg gugur di medan perang, namun panglima perang mereka juga dijadikan tawanan untuk menjamin kemerdekaan.

“Ohh jadi ini panglima perang yg akhir akhir jadi bahan omongan banyak orang?” Ujar Juyeon dengan tatapan mata yg merendahkan serta senyuman remeh yg terukir di wajah tampannya, jelas ditujukan pada Hyunjae yg kini tengah berada didalam sebuah ruangan kosong dengan cahaya remang. Ia terlihat sedang terikat disebuah kursi kayu, sembari menatap lekat setiap pergerakan Juyeon dengan tatapan yg tak kalah bengisnya.

“Manis sih.. yaa walaupun sebelumnya aku udah pernah denger dari orang orang soal hal itu, tapi aku ga berekspektasi kalo kamu bakal semanis dan secantik ini. Patesan jadi rebutan banyak pangeran dari berbagai penjuru negeri. Kenapa ga ada yg diterima hm?”

“Aku normal.” Sela Hyunjae mendengar segala macam omong kosong yg mengalir dari mulut Juyeon.

“Yakin? Padahal sampe sekarang masih betah sendirian. Para perempuan itu juga minder kan sama kamu? Bayangin deh kalo kamu nerima pinangan salah satu pangeran itu, nantinya hidup kamu bakal enak. Gaperlu membahayakan diri sendiri dengan terjun ke medan perang. Tiap hari cuma harus ngelayanin suami kamu aja. Ngasih nafkah batin tiap malem dan udah, hidup kamu aman dan masa depan terjamin.”

“CUIH!!” Hyunjae yg telah muak karna terus diinjak injak harga dirinya itu berakhir nekat meludahi wajah Juyeon. Hingga membuat lelaki dengan perawakan yg jauh lebih besar darinya itu murka.

“Ohh berani kamu ya sama aku?” Ujar Juyeon mendesis, sembari mencengkeram rahang bagian bawah Hyunjae.

“Kenapa harus takut? Bukannya kedudukan kita sama? Sama sama panglima perang. Jadi prinsipku mending mati karna melawan dan memperjuangkan harga diri daripada jadi pecundang.”

“Hmm menarik.. suka deh liat orang yg gapunya rasa takut gini. Kaya tertantang gitu rasanya. Jadi makin penasaran.”

“Lepasin aku.”

“Apa? Lepasin? Ga semudah itu dong manis..”

“Kamu mau apa?”

“Mau kamu 😏”

“Jangan macem macem! Daripada kita terus terusan kaya gini, kondisinya ga adil karna aku gabisa ngapa ngapain, mending lepasin dulu terus kita ribut sampe titik darah penghabisan.”

“Lah kan udah. Kamu berakhir disini ya karna kamu tadinya kalah ngelawan aku. Gimana sih maniissss?”

“Itu kan pas perang. Ada banyak faktor yg mempengaruhi hasil. Sekarang ayo satu lawan satu pake tangan kosong. Yg kalah harus nurutin semua yg diinginkan pemenangnya.”

“Deal.”

Tanpa basa basi, Juyeon melepaskan ikatan yg melilit tubuh Hyunjae.

Dengan percaya diri, efek dari didikan sang ayah yg seorang ambisius serta memiliki gengsi yg tinggi terkait tahta dan kekuasaan, membuat Hyunjae terlalu meremehkan panglima perang sekaligus putra mahkota Dinasti Joseon yg kini sedang ia hadapi tersebut.

Hyunjae yg selama ini terkenal sebagai seorang panglima perang yg tangguh dan tak terkalahkan itu tak terima bahwa sebelumnya ia telah kalah telak. Dan entah atas dasar apa ia menjadi begitu yakin dapat mengalahkan Juyeon pada kesempatan kedua kali ini. Padahal, jelas jelas Juyeon mempunyai perawakan yg jauh lebih besar dari dirinya. Bahkan mungkin Juyeon sanggup membanting Hyunjae hanya dengan menggunakan satu tangannya.

Setelahnya, kedua panglima perang yg sama sama tak bisa diremehkan tersebut, benar benar bertarung dengan sisa tenaga yg mereka punya usai berperang. Namun tak sulit bagi Juyeon melawan serangan dari Hyunjae yg membabi buta dan terkesan frustasi hingga mengesampingkan taktik.

Sementara Hyunjae sendiri terlihat mulai kewalahan dan terengah engah semakin tak berdaya. Hingga pada akhirnya ia ambruk, tak lagi mempunyai tenaga. Luka dan rasa sakit mendera disekujur tubuhnya. Pandangannya menggelap, lalu kesadarannya perlahan menghilang.

Sejujurnya, Juyeon merasa iba melihatnya. Sedari awal Hyunjae mendapatkan kekalahan pertamanya, lelaki berparas manis ity terlihat sangat frustasi dan putus asa. Juyeon pikir, Hyunjae terguncang efek dari kekalahannya. Karna selama ini, seluruh penjuru dunia telah mendengar tentang siapa Hyunjae dengan segala kehebatannya. Maka wajar jika dipuncak kejayaannya Hyunjae justru menerima sebuah kekalahan. Padahal, bukan hal tersebut yg menjadikannya frustasi.

Setelahnya, Juyeon mengangkat tubuh Hyunjae ala bridal untuk dibawa masuk ke dalam komplek istana, lebih tepatnya dibawa ke dalam kamar pribadinya. Membuat setiap orang yg berpapasan dengannya merasa heran. Pasalnya, yg mereka ketahui penyekapan panglima perang musuh tersebut digunakan sebagai jaminan atas pembebasan dan kemerdekaan yg di minta oleh Dinasti Joseon pada Kekaisaran Mongol yg dipimpin oleh Ayah Hyunjae. Tapi kenapa sekarang jadi seperti ini? Pikir mereka semua saat melihat tindak tanduk Juyeon yg dirasa tak wajar.

Saat itu, dengan telaten Juyeon merawat Hyunjae dan mengobati luka luka disekujur tubuhnya. Juyeon melakukannya sendirian dengan sabar tanpa bantuan siapapun. Bukannya tak ada yg menawarkan bantuan, selama ini Juyeon yg notabene seorang putra mahkota jelas mempunyai banyak pelayan yg dengan setia membantu menyiapkan segala macam kebutuhannya sehari-hari, tak terkecuali seorang tabib pribadi yg selalu merawat dan mengobatinya dikala sakit. Namun Juyeon menolak semua bantuan itu, bahkan kini tak seorangpun dari pelayan serta tabib pribadinya di izinkan masuk ke dalam kamar tidurnya sejak keberadaan Hyunjae disana.

“Kamu suka sama dia?” Tanya sang ayah pada Juyeon setelah menerobos masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Bersama sang ibu juga tentunya.

“Engga. Cuma kasian aja.” Balas Juyeon singkat. Sejujurnya ia sedang tak ingin berinteraksi dengan siapapun. Karna ia sendiripun sedang sangat lelah. Energinya telah terkuras habis setelah bertempur di medan perang menghadapi Hyunjae dan puluhan ribu pasukannya.

“Juyeon, kamu sedari kecil ayah didik biar jadi manusia berwatak sekeras baja tanpa belas kasihan dan tahan banting demi menghadapi kebarbaran bangsa Mongol, tapi giliran kita udah berhasil menggulingkan Dinasti Goryeo, kenapa musuh kita yg sebenarnya malah di sayang sayang begini? Konyol sekali anakmu ini.” Ujar sang raja pada ratunya yg kini sedang tersenyum lembut menatap anak tunggalnya itu.

“Hyunjae manis sekali ya Juyeon? Ibu aja suka liatnya, apalagi kamu.” Tambah sang ibu dengan senyum hangatnya.

“Engga. Biasa aja.”

“Dasar anak muda. Mau sebengis apapun mereka di medan perang, seorang panglima perang juga manusia biasa yg mempunyai perasaan. Ayah paham kok, Juyeon.”

“Ck, kalian ini ngomong apasih?”

“Juyeon, kalo suka minta baik baik ke orangtuanya.” Lanjut sang ibu.

“Terus abis itu aku dikuliti hidup hidup sama Kaidu Khan? Enteng bener ngomongnya. Ayah sama ibu inget gasih kita abis bikin kekacauan apa? Mulai dari memberontak dan berusaha buat melepaskan diri dari kekaisaran Mongol, menggulingkan pemerintahan Dinasti Goryeo, ngebunuh hampir sembilan ribu pasukan yg dikirim sama kekaisaran, terus nyandera panglima perangnya sekaligus anak kesayangan Kaisar ini. Apa gabakal dibunuh aku nanti pas nyampe sana? Itu namanya bukan ngelamar tapi bunuh diri.”

“Apa itu artinya kamu mau kesana buat ngelamar dia kalo ga ada segala macam halangan yg tadi kamu sebutin? Kamu takut bakal dibunuh kan? Kalo engga, kamu berani kesana buat minta dia baik baik?” Tanya sang ayah kemudian.

“Eh, e-engga gitu maksudnya..”

Sang Raja hanya menggeleng keheranan melihat respon anak tunggalnya, lalu melenggang pergi begitu saja bersama sang istri.

Hari hari setelahnya, Juyeon melakukan aktivitasnya seperti biasa. Sementara Hyunjae hanya bisa pasrah dan terbaring tak berdaya, berharap dapat pulih secepatnya. Hyunjae tak mau lagi berulah dan membahayakan keselamatannya sendiri. Karna disana ia hanya sebatang kara, maka terlalu mustahil baginya untuk kabur tanpa tertangkap oleh para penjaga.

Lalu beberapa hari kemudian, dua orang utusan Kaisar Mongol pun datang mengantarkan sebuah surat perjanjian damai tanpa sepengetahuan Juyeon dan Hyunjae, yg memang sengaja tak diberitahu. Karna Raja dan Ratu dinasti Joseon mengajukan sebuah persyaratan untuk membatalkan pemberontakan mereka. Sebuah persyaratan yg nantinya merubah situasi kedua kerajaan, dan merubah hidup kedua keluarga kerajaan juga tentunya.

“Aku mau pulang.” Ujar Hyunjae disuatu sore pada Juyeon yg terlihat baru menampakkan batang hidungnya setelah seharian menghilang.

“Aku anterin.”

“Aku bisa pulang sendiri.”

“Kamu gabisa pulang sendirian cuma modal bawa badan doang kaya gitu. Soalnya diluar lagi ga aman.”

“Pasti ayah udah tau kalo kamu lagi nyekap aku. Terus beliau marah dan ngirim serangan lagi. Yakan? Makanya tolong lepasin aku. Aku bisa pulang bareng pasukan yg ayah kirim kalo perang udah selesai. Aku janji kali ini gabakal ikut turun ke medan perang. Aku cuma pengen pulang. Aku mohon..”

“Justru ayah kamu ngirim bantuan kesini buat ngadepin invasi dinasti Qing yg pengen ngambil semenanjung Korea.”

“Hah????” Hyunjae pikir hal tersebut merupakan wujud dari kekaisarannya dalam mempertahankan wilayah. Selain itu, sang ayah memang tak pernah akur dengan Dinasti Yuan dan semua keturunannya termasuk Dinasti Qing. Dan sebelumnya, Hyunjae pun pernah dikirim kesana untuk menginvasi, jadi mungkin saja saat ini merupakan aksi balas dendam di saat yg tepat. Mungkin mereka telah mengetahui pemberontakan yg dilakukan oleh penguasa di semenanjung Korea dan berusaha untuk menghasut agar terlepas dari kekaisaran Mongol.

Hyunjae pikir, Dinasti Joseon telah kembali ke dalam naungan Kekaisaran Mongol, maka dari itu sang ayah mengirimkan bantuan. Tanpa ia sadari, perdamaian tersebut dilandasi oleh sebuah perjanjian rahasia yg telah disepakati oleh kedua belah pihak tanpa satupun orang yg tau, bahkan para utusan yg ditugaskan untuk saling mengantar surat sekalipun.

Sampai pada akhirnya, setelah perang mereda dan situasi kembali kondusif, Hyunjae benar benar diantarkan pulang oleh Juyeon dan kedua orangtuanya.

Terasa janggal memang, namun Hyunjae tak mau ambil pusing. Satu satunya hal yg ia inginkan hanyalah pulang ke istananya. Betapa ia merindukan ayah dan ibunya karna hampir satu tahun Hyunjae tinggal bersama keluarga kerajaan Joseon tanpa ada satu orangpun yg datang mencari, bahkan ia sampai terbiasa dengan kehadiran Juyeon disampingnya.

Sampai disitu Hyunjae masih berpikiran positif bahwa mungkin saja sang ayah telah mengetahui kondisinya, namun situasi diluar masih terlalu berbahaya akibat dari serangan Dinasti Qing.

Barulah pikiran positifnya berubah drastis ketika ia sampai di dalam komplek istana yg kini terlihat dihias dengan sangat mewah seperti akan diadakan sebuah pesta besar besaran.

“Hormat kami, Yang Mulia Kaisar..” ujar Taejo, Raja Joseon sekaligus ayah dari Juyeon, memberi penghormatan pada Kaidu Khan dengan bersujud dilantai yg kemudian diikuti oleh anak, istri, dan seluruh pengawal yg ikut mengantar.

Sementara Hyunjae hanya berdiri mematung di pintu, terlihat kebingungan dan memperhatikan sekelilingnya dengan seksama, berusaha mencerna apa yg sedang terjadi. Pasalnya, di ruangan tersebut seluruh anggota keluarganya terlihat lengkap, bahkan keempatbelas kakak laki lakinya yg selama ini sangat sukar dikumpulkan pun terlihat berada disana dengan jumlah yg lengkap. Dan mereka semua menyambut kedatangan Taejo dengan senyum yg bahagia, terutama sang ibu.

Apa apaan ini? Bukankah seharusnya sang ayah marah karna anak kesayangannya telah disekap sekian lama? Batin Hyunjae penasaran.

“Taejo, mungkin kau telah melihat segala macam persiapan yg telah kami lakukan diluar sana, jadi aku ingin bertanya untuk terakhir kalinya, jaminan apa yg akan kau berikan bahwa setelah ini tak akan ada pemberontakan lagi? Hal macam apa yg bisa kau berikan agar aku yakin dengan janji yg sebelumnya tertulis di dalam surat yg terakhir kali kau kirim?”

“Yang Mulia Kaisar, bukankah pangeran tidak akan pernah bisa mengkhianati orangtuanya sendiri?”

“Siapa yg tau jika suatu saat nanti anakku kau hasut untuk ikut memberontak? Kau tau betul bahwa Hyunjae adalah anak kesayanganku, Taejo. Dia adalah kelemahanku. Dan aku masih ingat betul bagaimana kekejamanmu menumbangkan Dinasti Goryeo, yg notabene adalah pemimpin kalian sendiri.”

“Tapi ini bukan sekedar intrik politik dan kekuasaan, Yang Mulia Kaisar. Karna mau sekejam apapun, kita semua tetaplah orangtua yg tak akan tega merusak dan mengganggu kebahagiaan anak anak kita. Bukankah begitu, Yang Mulia?”

“Bagaimana jika seandainya setelah mereka menikah, aku meminta tahtamu diturunkan pada Hyunjae, alih alih pada Juyeon yg notabene merupakan putra mahkota Joseon?”

“Akan hamba serahkan dengan senang hati.”

“Bagus.. harusnya sedari awal kalian seperti ini. Karna kalian semua bukan siapa siapa tanpa kekaisaran Mongol.”

“Hamba hanya melanjutkan jejak Dinasti Goryeo yg sebelumnya telah ada, Yang Mulia. Mereka lah yg berawal mempunyai ambisi untuk melepaskan diri dari kekaisaran. Dan sekarang kami akan menyerahkan tampuk pimpinan pada pangeran dengan senang hati seperti yg Kaisar inginkan, demi kebahagiaan anak kami satu satunya.”

“Baiklah. Sekarang semuanya sudah jelas. Ingat, anak kesayanganku yg manis ini merupakan salah satu panglima perang yg paling ditakuti, bahkan oleh para keturunan Kubilai Khan sekalipun. Dan dia akan selalu menuruti perintahku, bahkan jika kuminta dia menghabisi kalian semua saat ini juga. Jadi jangan pernah mencoba untuk berontak kembali.”

“Terimalah sembah sujud ku ini sebagai permintaan maaf dan tunduknya kami dibawah kekuasaanmu, Kaisar.” Ujar Taejo yg kini telah bersujud dikaki sang Kaisar. Sebelum pada akhirnya mereka semua diantarkan ke sebuah rumah peristirahatan yg masih berada di dalam komplek istana untuk beristirahat. Karna keesokan harinya, pernikahan Juyeon dan Hyunjae akan digelar dengan sangat meriah. Tanpa diketahui oleh kedua mempelai yg kini berdiam diri sembari menjaga jarak didalam sebuah kamar.

“Jadi, kamu udah nuker perjanjian damai dan minta perlindungan dari serangan Dinasti Qing pake pernikahan ini?” tanya Hyunjae yg tak lagi dapat menahan segala macam rasa gelisahnya.

“Aku berani sumpah kalo aku sendiripun ga tau menau soal pernikahan ini. Tolong percaya sama aku..”

“Beneran gatau ya? Jadi gimana perasaan kamu pas tau kalo kita bakal dinikahin paksa kaya gini?”

“A-aku..”

“Kalo kamu ga setuju, kabur aja sana. Soalnya dari tadi aku kepikiran hal itu. Tinggal nunggu orang orang pada tidur dan penjagaan lengah terus pergi deh..”

“Aku gabisa..”

“Kenapa?”

“Kamu tau sendiri kan kalo aku ini anak tunggal? Kedua orangtua ku naruh harapan yg besar sama aku. Dan masa depan kerajaan Joseon ada di tanganku. Aku gamau bikin mereka sedih.”

“Ohh.. yaudah kalo gitu aku aja yg pergi. Besok pagi kalo mereka nanyain aku kemana, bilang aja gatau.” Pungkas Hyunjae sembari bangkit berdiri dari tempatnya duduk di pinggiran ranjang. Lantas berjalan menuju pintu. Namun lengannya diraih oleh Juyeon, membuat langkahnya tertahan.

“Apa?” Tanya Hyunjae datar seolah tanpa minat.

“Tapi kalo boleh jujur, aku emang jatuh cinta sama kamu sejak pertama kali kita ketemu..”

“Cih! Udah aku duga. Ternyata sama kaya orang orang tolol yg dulu nekat ngelamar aku padahal udah tau kalo aku ini laki laki.”

“Wajah manis dan cantikmu ini bikin semua orang kehilangan akal sehat. Dan aku salah satunya. Jadi, bisa ga kamu pertimbangkan lagi keputusan kamu itu?”

“Karna aku sekarang lagi fit banget, ayo bertarung lagi. Kalahin aku dulu kalo pengen pernikahan ini tetap terjadi.”

Jelas saja Juyeon menyanggupinya. Walaupun sebenarnya ada sedikit keraguan dihatinya. Selain karna kondisi fisik Hyunjae yg sedang fit, ditambah dengan rasa murka yg dipendam, serta predikatnya sebagai panglima perang yg tangguh dan sebelumnya pernah mengalahkan keempat belas kakak laki lakinya sendirian, membuat Juyeon berpikir bahwa bisa saja ia kalah dalam pertarungan kali ini. Namun rasa cintanya yg begitu besar seolah ikut meyakinkan, membuat semangatnya kembali membara.

Dan di hari itu, seisi istana dibuat panik pada tengah malam karna mendapati kedua pangeran yg akan dinikahkan keesokan harinya justru sedang bertarung sengit dan saling serang tanpa ampun hingga pagi menjelang.

Bahkan ke empat belas kakak laki laki Hyunjae tak dapat melerai keduanya. Sampai pada akhirnya pertarungan berhenti dengan keduanya yg jatuh berlulut diatas tanah secara bersamaan, sama sama tak dapat lagi berdiri tegak. Namun Juyeon dengan sisa tenaganya masih berusaha untuk meraih tubuh Hyunjae agak tak jatuh diatas tanah yg kotor dan dingin. Merelakan tubuh besarnya demi sang tambatan hati yg kini terkapar tak berdaya diatasnya dengan nafas keduanya yg terengah engah.

Dan disitulah Hyunjae merasakan sebuah kenyamanan untuk yg pertama kalinya. Karna Hyunjae yg sedari kecil dididik dengah sangat keras agar menjadi lelaki yg tangguh, seketika luluh setelah merasa diayomi dan disayangi. Lelah rasanya menjalani kehidupan yg begitu keras selama ini. Dan berakhir pasrah setelah merasakan aura dominasi serta kenyamanan yg Juyeon beri. Bahkan Juyeon masih berusaha membuatnya nyaman di titik darah penghabisannya.

Dan pernikahan itupun tetap dilaksanakan sesuai dengan jadwal yg telah ditetapkan sebelumnya, walaupun sediki terlambat dan dengan kondisi kedua mempelai yg babak belur. Namun justru terlihat lucu karna Hyunjae berakhir tertidur pulas dibahu Juyeon yg kini telah resmi menjadi suaminya.

Juyeon yg tak tega melihatnya pun melingkarkan salah satu lengannya dengan posesif di pinggang Hyunjae, dan satu tangan lainnya ia pakai untuk menahan kepala Hyunjae agar tak terjatuh. Sesekali, ia juga mengusap usap lembut kepala Hyunjae saat terusik dengan keramaian agar kembali terlelap.

Keesokan harinya, mereka semua berpindah tempat ke singgasana Kerajaan Joseon untuk serah terima jabatan, serta sang Kaisar mengumumkan kepada seluruh rakyatnya yg berada di semenanjung Korea bahwa kini wilayah tersebut kembali berada di bawah naungan Kekaisaran Mongol dan dibawah kepemimpinan pangeran bungsunya, yaitu Lee Hyunjae, dengan suaminya, Juyeon, sebagai panglima perang resmi sekaligus merangkap sebagai penasehat sang pangeran dalam memimpin kerajaan.

“Mmm Juyeon..”

“Hm?” Juyeon hanya membalas sapaan Hyunjae dengan berdeham, sembari menengok ke tempat dimana Hyunjae duduk sembari tertunduk, sibuk memainkan jemarinya.

Mungkin Hyunjae terlihat tegas dan keras karna efek didikan sang ayah yg otoriter. Namun dibalik semua itu, ternyata Hyunjae benar benar sosok yg manis dari segi karakter, dan sedikit manja. Membuat Juyeon jatuh semakin dalam pada pemuda berparas manis tersebut. Selain itu, rasa ingin melindunginya juga semakin besar, walaupun ia tau bahwa Hyunjae dapat melindungi dirinya sendiri.

“Kamu ga pengen ngajakin aku jalan jalan kah?”

“Kamu pengen jalan jalan?” Tanya Juyeon yg kini telah duduk bersimpuh dihadapan Hyunjae agar dapat melihat wajah manisnya yg tertunduk dalam, sembari menggenggam kedua tangannya.

Dan pertanyaan tersebut hanya dijawab oleh sebuah anggukan kecil yg sukses membuat Juyeon gemas setengah mati.

“Pengen jalan jalan kemana Yang Mulia? Sebagai panglima perang sekaligus penasehat pribadi, hamba akan selalu siap sedia mengantar kemanapun dan melindungi Pangeran kapanpun dengan senang hati.”

“Jangan kaya gitu ih geli banget dengernya.”

Juyeon terkekeh mendengarnya, walaupun kini secara formal status mereka sebagai Raja dan bawahannya, namun Hyunjae tak pernah suka diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri dan selalu berakhir marah marah seharian. Membuat Juyeon semakin gencar mengusilinya.

Dan Juyeon tak henti hentinya bersyukur, karna si manis yg dulunya menjadi rebutan banyak pangeran dari berbagai penjuru kerajaan kini berakhir padanya. Walaupun perjuangannya harus dibumbui dengan drama peperangan dan perebutan wilayah kekuasaan namun itu semua terbayar lunas dengan kebahagiaan yg tiada tara. Bahkan Juyeon rela jika harus menjadi pelayan bagi Hyunjae walaupun ia adalah seorang dominan. Karna Juyeon akan melakukan apa saja demi sang pujaan hati dan kebahagiaannya.

“Yuk jalan jalan. Nanti aku kasih tau tempat tempat bagus yg ada di Korea. Kamu pasti suntuk banget ya selama ini hidup cuma latihan, perang, latihan, perang?”

“Banget.. jangankan jalan jalan, sebelumnya aku gapernah main sekalipun. Aku juga gapunya temen. Karna ayah keras banget dalam ngedidik anak anaknya. Liat sendiri kan kakak kakakku yg udah lebih dulu tersohor sebagai panglima perang yg tak terkalahkan. Yaaa walaupun mereka ga lebih hebat dari aku sih..”

“Kasian.. tapi sekarang kamu udah bisa nikmatin hidup semaunya. Karna status raja yg kamu sandang sekarang ibaratnya cuma perpanjangan tangan dari Kaisar. Karna gimanapun juga sekarang wilayah ini masih berada dibawah kepemimpinan ayah kamu. Selagi ga ada serangan dari kerajaan lain, kita aman dan bisa santai. Yakan?”

“Eum..”

“Pasti cape banget ya rasanya?”

“Mau jalan jalan, Juyeonnn..”

“Iya sayang.. tapi sekarang kamu harus ganti baju dulu pake Hanbok. Dan mulai sekarang sampe seterusnya kamu harus pake pakaian ini karna kami disini punya kebudayaan sendiri walaupun masih dibawah kepemimpinan Kaisar Mongol, karna kamu Rajanya dan mau gimanapun juga dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.” Ujar Juyeon sembari mengambil setumpuk Hanbok dari dalam lemari dengan warna yg cantik cantik, yg sebelumnya dihadiahkan oleh sang ibu.

“Iya, Juyeon. Terimakasih ya? Bagus semua. Aku suka.”

“Karna kamu cantik, jadi Hanboknya harus cantik juga. Kata ibu sih gitu..” jawab Juyeon sembari tersenyum hangat, membuat kedua pipi Hyunjae bersemu kemerahan.

“Yaudah sekarang ganti baju sana.. aku panggil para pengawal dulu buat nganterin kita jalan jalan ya, sayang..”

“Iyaaaa..”

Setelahnya, Juyeon mengecup sekilas bibir tipis Hyunjae sebelum pada akhirnya pergi keluar kamar. Karna tak hanya perlu menyiapkan pengawal, ia juga harus membawa persenjataan yg lengkap, karna bagaimanapun juga, posisi Juyeon sekarang adalah suami sekaligus panglima perang kerajaan. Maka ia harus memberikan perlindungan ekstra pada sang Raja. Dan Juyeon tak kan pernah membiarkan Raja dari Dinastinya sekaligus penghuni tahta dihatinya itu terluka barang seujung rambut pun.


Sesampainya diruangan praktek pribadi milik Hyunjae, Juyeon buru buru mengunci pintu rapat rapat karna shock melihat si penghuni yg sedang duduk dipinggiran bangsal, dengan kondisi hampir telanjang. Karna hanya menyisakan kemeja yg sedikit kebesaran dengan kancing yg nyaris terlepas semua.

Lalu saat Juyeon berjalan menghampirinya, kemeja tersebut disingkap. Menampilkan seluruh tubuhnya yg montok dan menggoda. Jelas, Juyeon dibuat menelan ludah karenanya.

“Wow.. nikah 2 tahun lebih tapi baru sekarang aku liat full nakednya. Montok banget.. kayanya enak digigitin.”

“Kalo gitu gigitin aja. Gigit dimanapun yg kamu mau. Abisin! Semuanya punya kamu.” Sahut Hyunjae pada suaminya yg kini telah berdiri diantara kedua kakinya yg menggantung.

Pertama tama, bibir tipisnya itu diraup dengan rakus oleh Juyeon. Lalu sembari berciuman, kedua tangannya diraih oleh Juyeon dan diarahkan ke celananya.

Hyunjae paham apa maksudnya. Tanpa basa basi, ia membuka ikat pinggang, resleting, lalu menurunkan celana Juyeon.

Namun sesaat kemudian Hyunjae dibuat melotot ditengah tengah ciuman mereka setelah memegang penis Juyeon yg sebelumnya telah mengeras. Karna ternyata ukurannya jauh lebih besar dari yg ia bayangkan. Saat sedang ereksi, satu genggaman tangan Hyunjae tak dapat melingkupinya.

Melihat reaksi Hyunjae, Juyeonpun semakin gencar menggodanya dengan menjamah seluruh permukaan kulit putihnya. Dan sesekali berhenti di beberapa titik kenikmatan seperti pada nipple dan penisnya yg juga telah menegang. Yg terakhir, Juyeon mengulurkan kedua lengannya ke belakang untuk meremas kedua belahan pantatnya yg sintal.

Dirasa cukup membuat Hyunjae sedikit panas, ia pun duduk dipinggiran ranjang dan meminta Hyunjae untuk bergantian turun. Menuntunnya agar berdiri diantara kakinya yg terbuka lebar dan meletakkan kedua tangan Hyunjae pada penisnya yg kini terpampang jelas seolah mempertegas kejantanannya sebagai seorang dominan yg tangguh.

Lagi lagi Hyunjae dibuat menelan ludah karenanya.

“Blow jobin dulu yaaang.. biar makin keras.”

“I-ini, segini ini be-belum keras?”

“Belum itu. Masih bisa lebih gede lagi.”

“U-udah gila 😳”

Juyeon tak sabar, dipegangnya penis besarnya itu dibagian bawah dengan satu tangan, lalu satu tangannya lainnya menggiring kepala Hyunjae agar menunduk dan menjejalkan paksa penisnya yg besar hingga menerobos masuk melewati bibir tipis si manis yg kini terlihat kewalahan karna mulutnya yg sesak.

Awalnya, Juyeon pikir penis besarnya itu akan membuat Hyunjae gila, namun nyatanya ialah yg dibuat frustasi. Skill Hyunjae yg notabene seorang duda benar benar tak bisa diremehkan.

Awalnya, Hyunjae menjilat jilat dibagian luar dengan ujung lidah yg menari nari menyusuri otot otot yg menegang dan berhenti di puncak. Lalu diputar putarnya ujung lidah tersebut diatas kedua lubang dibagian atas. Membuat Juyeon berkali kali mendesis frustasi yg lantas dibalas dengan kedipan mata yg menggoda oleh Hyunjae seolah sedang menantang.

Sebelum pada akhirnya penis besar tersebut kembali dimasukkan kedalam mulut dan dihisap kuat kuat membuat Juyeon menggeram sembari menggerakkan pinggulnya menahan frustasi. Dan tak lama kemudian dihentakkanlah pinggulnya keatas sembari menekan kepala Hyunjae kebawah sengan kuat. Membuat si manis tersedak karna kini merasakan cairan hangat meleleh didalam mulutnya.

“Telen.” Perintah Juyeon. “Kamu nakal banget ya ternyata..” Lanjutnya, dan Hyunjae hanya mengedikkan alisnya sembari sibuk membersihkan penis suaminya itu dari sisa sisa pelepasannya.

Setelah Hyunjae kembali menegakkan badannya, Juyeonpun merengkuh tubuhnya. Namun tak untuk dipeluk, kedua lengannya yg terulur kebelakang sedang mengusap usap lubang kenikmatan yg sedari awal diincar. Membuat Hyunjae mulai gemetar menahan ledakan hormonnya yg mulai tak terkontrol.

“Dikira aku gabisa bales apa?? 😏”

“Nghhh Ju-Juyeon..”

“Apa sayang? Mau apa?”

“A-ayo masukiiinn 🥺” rengeknya seperti anak kecil yg mengiba meminta mainan.

Juyeon tau bahwa sebenarnya Hyunjae menginginkan penis besarnya, namun ia justru memasukkan satu jarinya lalu tersenyum usil, sembari mengeratkan rengkuhan salah satu tangannya dipinggang Hyunjae saat tubuhnya menegang.

“Ihhh gamau ituuuu!!”

“Terus mau apa hm?”

“Mau ini..” Jawabnya lirih sembari meraih penis suaminya yg masih menegang untuk dipijat pijat kecil dan dikocok sesekali agar semakin mengeras kembali.

Tak mau kalah, Juyeon menambah satu jari lagi. Membuat Hyunjae terpejam sembari mendesis karna kini kedua jarinya membuat gerakan seperti menggunting.

“Ck, kamu ngapain sih?! Sshhh..”

“Persiapan yang. Biar kamu ga kaget kemasukan rudal.” Jawab Juyeon enteng sembari menenggelamkan wajahnya diceruk leher Hyunjae lalu menyesapi kulit putihnya hingga meninggalkan bercak kemerahan di beberapa tempat. Dan Hyunjae semakin dibuat gemetaran karenanya.

Terlebih, kini Juyeon telah beralih ke area dada. Mencari mainan favoritnya dan dihisapi secara brutal. Sesekali, sebuah gigitan juga terasa pada nipplenya yg kini telah mencuat keras. Demi apapun, Hyunjae ingin berteriak sekencang mungkin dipermainkan seperti itu.

Belum reda rasa frustasinya, kini Hyunjae justru dibuat melenguh menahan nafsu saat Juyeon tiba tiba saja merosot turun dari pinggiran bangsal, membuat penis mereka bergesekan. Ingat, Juyeon masih dalam keadaan merengkuh erat tubuhnya. Bagaimana Hyunjae tak semakin gila rasanya saat milik keduanya bersentuhan?

“Ngghhhhh..”

“Kenapa hm?”

Bukannya menjawab, Hyunjae malah menggerak gerakkan pinggulnya resah. Menimbulkan sensasi tersendiri pada penis keduanya yg masih saling menekan dibawah sana.

Lalu tiba tiba Juyeon menyodorkan salah satu telapak tangannya pada Hyunjae,

“Jilatin sampe basah.” Perintahnya kemudian.

Tak lagi bisa berpikir jernih, Hyunjae hanya menurutinya. Namun ia dibuat terbelalak setelahnya saat Juyeon memundurkan badannya sedikit dan menggenggam miliknya. Mengocoknya tanpa ampun dan tanpa bisa protes karna mulutnya dibungkam dengan sebuah ciuman yg tak kalah brutal. Hyunjae tak menyangka bahwa Juyeon yg terlihat kalem akan seagresif ini saat berhubungan intim. Namun Hyunjae mulai menyukai permainannya yg seringkali tak tertebak.

Tak lama kemudian meringat mulai membasahi dahi Hyunjae dan tatapannya berubah sayu. Tubuhnya gemetar hebat menahan pelepasan.

“Keluarin cepetan.” Ujar Juyeon datar. Entah kali ini apalagi yg akan ia lakukan.

Kedua tangannya mencengkeram erat lengan sang suami saat cairan kenikmatannya menghambur keluar mengotori penis dan perut Juyeon yg berada persis didepannya. Nafasnya memburu namun sepertinya Juyeon tak ingin membiarkannya untuk bernafas barang sebentar saja.

Karna setelahnya, Juyeon membalurkan cairan cinta milik Hyunjae pada penis besarnya sembari mengocok ngocok kecil. Lalu menuntun tubuh Hyunjae kepinggir bangsal dengan posisi membelakanginya.

“Nungging yang..” pintanya. Dan Hyunjae hanya bisa menurut, lantas merebahkan bagian atas tubuhnya diatas kasur.

Dan tak lama kemudian sesuatu terasa menerobos masuk dengan brutal tanpa aba aba dan persiapan apapun. Tak ada yg bisa ia lakukan selain menenggelamkan wajahnya pada bantal yg sedang ia peluk lalu berteriak sekencang kencangnya.

Sesaat kemudian, Hyunjae melihat kedua lengan Juyeon berada di kedua sisi tubuhnya. Juyeon merundukkan badannya untuk mengecupi punggung dan tengkuk Hyunjae yg meremang.

“Sakit yang?” Tanyanya pada Hyunjae kemudian.

“Kaya nya robek deh. Perih banget seriusan. Aku pikir kamu bakalan cupu. Ternyata suhu.. ampuuun.. 🥺”

“Apa? Ampun???” Remeh Juyeon dengan nada menggoda sembari menghentakkan pinggulnya agar penisnya tenggelam sempurna. Membuat Hyunjae lagi lagi teriak teredam diatas bantal.

Setelahnya, Juyeon kembali menegakkan badannya dan meremas kedua bongkahan sintal milik Hyunjae, lalu mulai memompa gerakannya. Nafsunya semakin terpacu kala ia melihat lubang ketat Hyunjae melahap penis super besarnya bawah sana.

Lalu, iseng iseng Juyeon merekamnya sekilas dan memberikannya pada Hyunjae yg tengkurap didepannya.

Jelas saja Hyunjae melotot tak percaya. Penis besar milik suaminya itu benar benar membuatnya berantakan. Bahkan, dalam rekaman tersebut lubangnya telah memerah sempurna seiring keluar masuknya penis Juyeon.

“Udah gila!”

“Tapi enak ga?”

“Ngggg e-enakhh..”

“Ngomong yg jelas sayang..” Ujar Juyeon sembari menghentakkan pinggulnya.

“e-ENAK!! Sshhhh gede bangethhh.. gakuattthhh 🥺”

Lagi lagi bertindak tak terduga, tiba tiba saja Juyeon mencengkeram rambut Hyunjae dan memiringkan kepalanya. Lalu merendahkan tubuhnya hingga wajah keduanya berhadap hadapan, dengan gerakan memompa yg masih konsisten.

“Enak banget ya yang?”

“Eung 🥺”

“Enak mana sama punya Younghoon?”

Hyunjae menegang. Tenggorokannya tercekat. Tak percaya akan apa yg ia dengar.

“Ka-kamu tau?”

“Tau. Tapi gapapa aku gabakal marah. Salahku juga ngilang gitu aja, salahku juga karna penyakitan dan gabisa ngasih nafkah batin. Tapi sekarang udah bisa. Jadi sekarang semua ini cuma milik aku. Jangan pernah macem macem lagi atau mending kita mati bareng aja.”

“Ma-maafin aku.. aku jajj-janji gabakal terulang lagi. A-aku punya kamu. Semua i-ini punya kamu 🥺”

“Bagus..”

Setelahnya tak ada lagi sesuatu yg terdengar dari ruangan tersebut walaupun Juyeon semakin brutal dan tak terkontrol akibat rasa kecewa. Namun Hyunjae yg telah lemas hanya pasrah tak berdaya.


Chanhee dibuat gelagapan kala air yg begitu dingin disiramkan berkali kali pada tubuh telanjangnya.

Susah payah ia berusaha meraup oksigen agar dapat terus bernafas dan menjaga kesadarannya yg dipaksa kembali walaupun sejujurnya untuk membuka mata saja ia tak sanggup.

Terlebih, rasa sakit di kepalanya semakin menambah berat penderitaannya saat itu. Namun Chanhee hanya bisa pasrah tanpa mau memberontak karna ia tak punya tenaga lagi.

Yg dapat Chanhee lakukan hanyalah menangis, merintih, dan memohon ampun pada ketiga dominannya yg kini kembali diliputi kemurkaan. Sembari terus menyiramkan air yg sedingin es tersebut padanya tanpa belas kasihan sedikitpun.

Ketiganya benar benar marah dan terus terusan mengucap kata kotor padanya.

Kini Chanhee telah sadar betul akan kondisinya yg penuh dengan kissmark, yg menghiasi setiap inci kulit putihnya. Dan ia sendiripun juga jijik melihatnya.

“U-udaahh.. ampun.. di-dingin.. berhentii.. aku mohon..” rintih Chanhee mengiba.

Tubuhnya gemetar hebat. Namun sensasi dingin tersebut perlahan mampu mengembalikan kesadarannya sedikit demi sedikit.

Hyunjae : “udah sadar beneran hm?”

Chanhee : “u-udah.. berhenti yaaa.. dingin.. ampuun.. takut..”

Juyeon : “udah udah berhenti. Ntar dia sakit makin panjang urusannya.”

Setelahnya, Younghoon mengulurkan kedua lengannya pada Chanhee. Mengisyaratkannya untuk berdiri karna posisi Chanhee kini sedang meringkuk diatas kloset. Lalu menggendongnya untuk dibawa kembali ke kamar.

Hyunjae : “liat, penampilan lo udah kek jalang! Kotor! Menjijikkan!!”

Chanhee : “i-iya.. maaf.. jangan marah terus.. takut..”

Younghoon : “udah dibilang berkali kali jangan asal deket sama orang. Mau itu dominan, mau submissiv, dimana mana cowo itu sama aja kecuali kita bertiga. Tapi kamu gabisa dibilangin. Kamu nyepelein. Jadi yaudah kita mau kaya cowo diluaran sana aja biar ga kalah cepet sama yg lain. Masa iya udah susah susah jagain tapi yg enak orang lain? Gabisa gitulah!”

Chanhee : “mmak-maksudnya gimana? 🥺”

Juyeon : “air doang ga cukup buat bersihin badan kamu. Jadi mending diganti sama punya kita. Sekalian ditaken sebagai tanda kepemilikan biar kalo mau macem macem lagi kamu inget sama kita. Terus happy ending deh hehehe..”

Chanhee meringsut mundur sembari meraih selimut untuk menitupi tubuh polosnya ketika ia melihat ketiga dominan di depannya tersebut mulai membuka pakaiannya satu persatu dan melihatnya dengan tatapan lapar. Lalu sepersekian detik selanjutnya selimutnya ditarik paksa oleh Hyunjae dan dibuang ke sembarang arah.

Chanhee semakin mendekap erat dirinya sendiri saat ketiga dominannya itu mulai merangkak menaiki ranjang setelah menanggalkan semua pakaian mereka.

Lalu, kedua kakinya ditarik paksa oleh Juyeon hingga kini posisinya terlentang. Seluruh tubuhnya terekspose jelas karna Chanhee tak bisa lagi menutupinya dan memilih pasrah karna lemas.

“Mulai detik ini, kamu milik kami bertiga ya, sayang..” ujar Younghoon yg telah memposisikan diri diantara kedua kaki Chanhee.

Sementara itu Juyeon dan Hyunjae ada di kedua sisinya.

“Sayang banget mahakarya Tuhan yg seindah ini harus dikasih ke orang lain. Mending buat kita. Karna apa? Karna kita ga cuma pengen nikmatin doang. Kamu milik kita bertiga selamanya. Ngerti sayang?” Sambung Juyeon dengan kedua tangan yg sibuk menyusuri lekuk tubuh Chanhee. Lantas berhenti diatas dadanya. Sibuk bermain dengan nipple pinknya yg telah mengeras.

“Nghhh ge-geli Juyoooo..”

Chanhee mulai resah. Ia terlihat menggeliat geliat menahan rasa aneh yg mulai menjalari tubuhnya. Entah apa itu, karna Chanhee baru kali ini merasakannya. Semakin lama semakin menguat seiring dengan intensnya sentuhan ketiga lelaki yg kini telah resmi menjadi kekasihnya tersebut.

Hyunjae : “kenapa hm?”

Chanhee : “e-engga tau. Rasanya aneh 🥺”

Younghoon : “udah panas dia. Ayo mulai.”

Tanpa persiapan apapun, tiba tiba Chanhee diserang begitu saja. Bibirnya disambar oleh Hyunjae, dan kedua nipplenya diraup rakus oleh Juyeon. Sesekali, Juyeon juga akan menggigitinya. Sakit memang, namun entah mengapa rasanya justru ingin lebih dan lebih.

Dan inilah puncaknya, rasa sakit yg luar biasa besar mulai menjalar seiring dengan gerakan Younghoon yg terus mendesak dibawah sana.

Chanhee ingin berteriak sekeras yg ia bisa namun mulutnya terbungkam. Bukan lagi dengan bibir Hyunjae, melainkan dengan penisnya yg sebelumnya dijejalkan paksa kedalam mulutnya. Lalu, salah satu tangannya diraih oleh Juyeon dan mengisyaratkan untuk menggenggam penis besarnya.

Air mata Chanhee mulai mengalir deras membasahi wajah cantiknya.

Younghoon : “sakit banget ya?”

Chanhee : “eung 🥺”

Setelahnya, tak ada lagi suara yg terdengar. Ketiga kekasih Chanhee sibuk mengejar nikmatnya sendiri sendiri. Dan tentu saja bergantian menyetubuhinya. Demi apapun, tubuh Chanhee yg sebelumnya terasa lemas kini semakin remuk.

Seolah tak diberi ampun, Chanhee digagahi oleh ketiga dominan dengan ukuran tubuh yg jauh lebih besar darinya tersebut secara bergiliran sampai pagi menjelang.

Setelah dirasa puas, keempat pemuda yg sedang dimabuk cinta tersebut jatuh terlelap dengan tubuh yg masih tak berbusana. Hanya selimut tebal yg membalut tubuh mereka. Dan entah mengapa di situasi seperti ini Chanhee baru benar benar menyadari sekaligus merasakan betapa besar cinta yg menguar dari dalam diri para kekasihnya. Tubuh polos yg saling bersentuhan demi berbagi kehangatan tersebut terasa sangat nyaman. Kini Chanhee telah menemukan 'rumahnya'.


Chanhee dan kedua suaminya tiba di tempat destinasi ketika hari telah menjelang sore. Jadi, tak ada kegiatan apapun yg bisa mereka lakukan selain beristirahat di dalam resort mewah yg mereka tempati. Lagipula, Chanhee yg tak pernah naik pesawat, ditambah dengan jarak yg jauh, membuatnya jetlag. Dan terkulai lemas diatas kasur empuk dengan view menyegarkan yg langsung menghadap kelaut lepas.

Sejujurnya, kepalanya sedikit berat, namun semua dapat teratasi dengan mudah berkat suasana baru yg tak pernah ia lihat seumur hidupnya tersebut.

Dan waktu berputar begitu cepatnya, setelah menikmati sunset dengan segala euforia yg 'baru' bagi Chanhee, kini hari telah memasuki petang. Tiba waktunya bagi Chanhee menghadapi hal yg ia takutkan. Beruntung, kedua lelaki yg ia cintai tersebut mengerti akan dirinya.

Buktinya, ruangan tempat mereka beristirahat terlihat sangat sunyi dan tenang. Tak ada suara sedikitpun yg terdengar. Padahal ketiga penghuninya telah menanggalkan pakaiannya. Dan hanya terbalut selimut Sebatas leher. Jelas dengan posisi Chanhee yg berada ditengah.

Younghoon :   “kamu tuh bilangnya malu tapi malah grepe grepe. Kamu pikir aku sekuat apa sayang? ☹️”

Chanhee :   “hah??? Tangan aku dua duanya nekuk ke atas nih kak. Diatas dada. Aku dari tadi diem aja kok.”

Juyeon :   “anjir salah megang..”

Younghoon :   “Juyeon bangsat!! Titid gue dinodai!!”

Juyeon :   “ya maap gatau. Pantesan panjang bener. Titid apa pensil 2B?”

Younghoon :   “malah direview. Gue bilangin ke mama lu ya abis grepe grepe gue!”

Juyeon :   “jangan elah.. Bales aja nih balesss..”

Younghoon :   “gagitu Juyeon, gagitu!”

Juyeon :   “udah dibilang lampunya nyalain aja elah gelap bener.”

Chanhee :   “ihh jangan aku malu..”

Juyeon :   “Takut salah pegang lagi by. Marah marah mulu kerjaannya bapak tua satu itu.”

Chanhee :   “diam kalian berdua!”

Suasana seketika kembali hening. Karna Chanhee mengiringi perintahnya dengan kedua tangan yg kini menggenggam kedua penis milik suaminya. Sontak keduanya dibuat menelan ludah menahan hasrat.

Chanhee :   “Bentar mau aku review dulu berdasar skill grepe grepe aku yg amatiran ini.”

Younghoon :   “lebih panjang yg mana?”

Chanhee :   “mmm kak Younghoon! Tapi gedean punya Juyeon..”

Juyeon :   “terus, kamu pengen cobain yg mana dulu?”

Chanhee :   “mmm demi keselamatan aku alangkah baiknya kalo kak Younghoon aja yg bukain jalannya biar ga sakit sakit banget.”

Tak mau lagi membuang buang waktu, Younghoon menarik lengan Chanhee yg berada disisi Juyeon hingga kini keduanya berhadapan dalam posisi miring. Lantas, Younghoon meraup bibir ranum dihadapannya tersebut.

Sementara itu, Juyeon mendekap Chanhee dari belakang. Mengecupi bahu dan lehernya, sembari memankan puting Chanhee yg kini telah mengeras.

Tak lama kemudian, Juyeon mengambil pelumas yg telah ia siapkan sebelumnya dan membalurkannya ke hole Chanhee dan sesekali menggesek gesekkan jarinya disana. Setelah lenguhan keluar dari mulut si cantik, Juyeon memberanikan diri untuk memasukkan satu jarinya kedalam sana. Dan bertambah jumlah jarinya seiring berjalannya waktu.

“Udah siap nih keknya. Naik sini by.” Ujar Juyeon kemudian sembari merebahkan kembali tubuhnya. Tentu saja Chanhee menurutinya.

“Kalo sakit, gigit aja bibir aku. Oke?” Ujarnya setelah Chanhee berpindah keatasnya. Dan Younghoon tengah bersiap dengan penisnya yg telah mengeras dibelakang sana.

“Tahan ya sayang.. aku janji gabakal lama.” Sahut Younghoon sebelum akhirnya ia mencoba untuk memasukkan penisnya.

Ciumannya bersama Juyeon benar benar berubah menjadi sebuah gigitan yg semakin lama semakin menguat dengan mata yg terpejam erat. Bahkan air matanya kini telah membasahi wajah tampan Juyeon yg berada dibawahnya.

Dan setelah Chanhee dirasa mulai rileks, Juyeon menarik dirinya untuk duduk dihadapan Chanhee. Jadi, kini posisinya Chanhee sedang menungging dihadapan Juyeon dengan Younghoon yg sibuk menikmati lubangnya dibelakang sana.

“Buka mulutnya by.” Titah Juyeon sembari mengocok miliknya sendiri, lantas memasukkannya kedalam mulut kecil Chanhee.

Tak mau mengecewakan, Chanhee juga menggunakan salah satu tangannya untuk membantunya menservis penis besar Juyeon. Hentakan Younghoon dibelakang sana Juga membuat penis Juyeon keluar masuk di dalam mulut kecilnya.

Sesekali, Chanhee juga akan menjilati penis dengan ukuran diatas rata rata tersebut dengan lidahnya. Mulai dari pangkal hingga ujungnya dan berhenti cukup lama disana, dengan ujung lidah yg seolah ingin mendesak masuk dikedua lubang kecilnya. Membuat Juyeon frustasi. Terlebih, saat pergerakan tangan Chanhee semakin intens seiring hentakan Younghoon dibelakang sana. Namun sepersekian detik kemudian Younghoon melepaskan tautannya dan memerintahkan Chanhee untuk kembali merebahkan diri.

Kini yg terjadi, kedua suaminya itu tengah mengocok kejantanannya masing masing diatas wajahnya. Cairan kenikmatanpun mengotori wajah cantiknya sampai keleher.

Dirasa telah tuntas, lantas keduanya memasukkan penis mereka ke mulut kecil Chanhee.

“Bersihin sayang.. sambil diisep juga biar keras keras terus. Soalnya kita belum selesai.” Pinta Younghoon pada Chanhee yg terlihat kewalahan karna mulutnya yg penuh.

Setelahnya, mereka memberi sedikit waktu bagi Chanhee untuk bernafas.

Chanhee :   “Ke-kenapa ga dikeluarin di dalam aja kak?”

Younghoon :   “Sebelum berangkat, aku sama Juyeon udah diwanti wanti sama mama. Karna kita udah nikah, kita boleh ngelakuin apapun tapi jangan sampe kebobolan.”

Juyeon :   “Tanggung jawab mah gampang by, tapi umur kamu masih berapa? Nikmatin dulu aja masa mudanya. Main main sama temennya, pergi kemanapun yg kamu mau, lagian kita kan masih kuliah. Pesen mama, utamain belajarnya dulu biar lulus tepat waktu terus bisa bantuin papa.”

Younghoon :   “Betul, sayang. Nanti kalo udah lulus gapapa deh punya anak. Masa bayi mau punya bayi?”

Chanhee :   “Tapi bayi nya ditidurin sama kalian ☹️”

Juyeon :   “Beda konteks ini mah. Kamu kan babyboy.”

Younghoon :   “bocah kemaren sore berasa sugar daddy najis.”

Juyeon :   “bodo ah yg penting punya gue lebih gede hehehe..”

Younghoon :   “males banget titidshaming.”

Namun sepertinya kedua suaminya itu tak ingin memberi jeda terlalu lama pada Chanhee. Pasalnya ia kini telah berada dibawah kungkungan tubuh besar Juyeon. Chanhee menelan ludah dibuatnya. Karna, walaupun Juyeon lebih muda dari Younghoon, faktanya ia mempunya badan yg jauh lebih besar.

Dan benar saja, sepertinya pemanasan yg Younghoon berikan tak dapat membantu karna faktanya kini Chanhee dibuat berteriak histeris saat kejantanan Juyeon yg besar itu seolah membelah dirinya dari dalam. Sampai Younghoon meringis ngilu dibuatnya.

Lalu tiba tiba, Juyeon membalik posisinya hingga kini Chanhee berada diatas.

“Coba kamu aja yg gerak. Senyamannya aja biar sama sama enak.” Ujarnya.

Chanhee menurutinya. Awalnya gerakan itu masih dengan ritme yg pelan, namun lama lama Chanhee terbawa suasana juga. Peluhnya mengucur bercampur dengan air mata. Membasahi wajah cantiknya yg kini terlihat sangat seksi.

Namun tak lama kemudian ia berhenti ketika teringat pada Younghoon yg hanya berdiam dipinggir ranjang. Lalu, Chanhee pun memutar tubuhnya berbalik arah membelakangi Juyeon.

“Kak siniii.. mau ciuuuummmm..” rengeknya.

Mendengar permintaan tersebut, Younghoon pun merayap diatasnya hingga kini Chanhee stuck, terlentang diatas tubuh kekar Juyeon.

“Ma-mau ngapain?? Kan aku bilang ciuuummm.. kak? AAAAAAA JAJJJ-JANGAN!!”

“Eh gila nih orang!”

“Udah gapapa. Biar terbiasa. Resiko punya punya suami dua kan? Hehehe..”

Ingin tau apa yg Younghoon lakukan? Dibawah sana, ia berusaha memaksakan penisnya untuk masuk disaat penis Juyeon masih tertancap sepenuhnya sampai kepangkal.

Lagi lagi Chanhee menangis dibuatnya. Namun ia hanya bisa pasrah. Bukankah kini tugasnya memang melayani para suaminya itu?

Namun tangisnya teredam akibat bibirnya yg kembali dilumat rakus oleh Younghoon.

“Enak juga ternyata 👀” ujar Juyeon tiba tiba.

“Yakan?”

“Pe-pelan pelan ya kakaakkkk.. sakiiitttt 🥺”

Chanhee benar benar pasrah. Toh melawanpun percuma. Yg bisa ia lakukan hanyalah mengiba agar diperlakukan sedikit lebih lembut. Walaupun pada akhirnya ia menikmati permainan itu juga.

Bibirnya kini terlihat membengkak sempurna akibat dari ciuman Younghoon tak sekian lama tak terlepas. Sementara bagian lain tubuhnya mulai dari nipple hingga aset mungilnya habis sudah dikerjai oleh kedia tangan besar Juyeon. Malam itu, kedua suaminya benar benar tak menyisakan seinci kulitpun tak tersentuh. Bahkan leher dan dadanya telah dipenuhi bercak kemerahan. Dan nipplenya mulai memerah karna semakin lama situasi mulai tak terkendali.

Dan saat Younghoon dan Juyeon telah sampai pada puncaknya, lagi lagi mulut kecil Chanhee menjadi korban. Tak hanya di minta untuk membersihkan kedua penis milik suaminya, tapi keduanya menjemput kenikmatannya di dalam mulut kecil Chanhee hingga membuatnya tersedak dan mau tak mau menelannya karna gelagapan. Birahi kedua lelaki yg bertubuh lebih besar darinya itu sangat mengerikan, batin Chanhee.


Hening. Suasana di ruang tamu kediaman Hyunjae terasa semakin menegang kala terdengar deru mobil yg memasuki pekarangan.

Eric dan Sunwoo terlihat tengah duduk di sofa dengan segala macam kegelisahannya.

Sementara Hyunjae sendiri sedang berdiri didepan pintu utama yg masih tertutup rapat dengan kedua tangan yg bersedekap serta raut wajah yg mengeras seolah ingin membunuh dan menguliti siapa saja dengan tatapan tajamnya.

Sampai pada akhirnya bel rumah mewah tersebut berbunyi nyaring. Dan tiba tiba saja Hyunjae merubah ekspresi wajah yg sebelumnya dingin menjadi hangat. Tak lupa, sebuah senyuman juga disunggingkan pada wajahnya yg manis, serta tatapan matanya kini menjadi sedikit sayu.

Lantas, bergegas membukakan pintu untuk tamu kehormatannya.

“Akhirnya setelah lima belas tahun berlalu kita bisa ketemu lagi. Tapi sayangnya bukan disituasi yg lebih baik..” Ujar Hyunjae dengan senyum hangatnya, namun entah mengapa justru terasa mengintimidasi dan sedikit mencibir.

Lalu ia melangkah mundur secara perlahan seolah memberi ruang pada tamu kehormatannya agar dapat masuk kedalam.

Sunwoo : “papi!!”

Changmin : “Sonu!!”

Spontan Changmin berlari menghampiri sang anak dan mendekapnya erat. Lantas meneliti dari ujung kepala sampai ke ujung kaki untuk memastikan bahwa anak kesayangannya itu dalam keadaan baik baik saja.

Sementara itu diambang pintu masuk, Hyunjae dan Juyeon masih saling menatap dengan perasaan yg campur aduk.

Namun Juyeon yg bodoh terbuai akan senyuman manis yg terukir dihadapannya, hingga membuatnya memberanikan diri untuk mendekat. Berharap bahwa Hyunjae akan merindukannya dan menyambut kedatangannya lebih hangat lagi.

Namun tiba tiba...

PLAKKK!!

“BAJINGAN!!”

“Jeje.. a-aku salah apa?”

“Mau tau apa kesalahanmu? Duduk.”

“Bentar, i-itu anak aku?”

“Dua duanya juga anak kamu mas.”

“Eric..”

“Kok tau namanya Eric? Udah pernah ketemu emangnya?”

“Udah. Kapan hari pas main kerumah. Tapi Sonu bilang itu temennya. Jadi aku gatau.”

“Lah selama ini mereka juga gatau kalo sodara tiri. Beruntung Sonu ketemu sama Eric lebih cepet sebelum mati disiksa sama bapaknya sendiri. Yakan? Orang kaya gitu enaknya diapain ya mas?”

“Maaf..”

“Jagoan kok minta maaf. Jagoan mah ngerasa paling bener kelakuannya. Ga takut sama siapapun. Bahkan yg lemah pun ditindas. Sejak kapan kamu jadi bajingan kaya gini mas?”

“A-aku..”

“Kamu inget gasih, dulu pas kita masih baik baik aja, gada angin gada ujan tiba tiba kamu minta pisah karna gabisa ninggalin Changmin. Kamu bilang cinta sama dia. Kamu pengen nikahin dia. Dan aku terima semua itu dengan lapang dada, aku ngalah walaupun aku sakit, walaupun aku hancur. Tapi gapapa asal kamu bahagia aku ikhlas. Toh percuma dipertahankan karna kamu gapunya perasaan apa apa sama aku. Terus kenapa semuanya jadi kaya gini mas?”

Hening. Juyeon bungkam. Kepalanya tertunduk dalam seolah sedang dikuliti semua kebusukannya di depan kedua anaknya.

“Bahkan di tengah semua rasa sakit itu aku ikut ngerawat Changmin karna sulitnya kondisi kalian waktu itu. Tapi pas semuanya udah berjalan kaya yg kamu mau, kenapa Changmin sama Sonu kamu giniin mas? TERUS APA ARTINYA SEMUA PENGORBANANKU DULU HAH?! BAJINGAN!!”

PLAKK!!

Lagi, sebuah tamparan keras mendarat diwajah Juyeon, bentuk dari amarah dan kekecewaan yg Hyunjae rasakan.

“Tu-tunggu, kasih aku kesempatan buat ngomong dulu.”

“Ngomong sama mereka mas. Soalnya aku udah gapunya urusan apa apa lagi sama kamu.”

Lantas Juyeon jatuh berlutut dihadapan Changmin dan Sunwoo.

Sebelum menjelaskan, diraihnya kedua tangan Changmin sebagai bentuk rasa penyesalan, berharap Changmin mau mendengarkan dan dapat menerima semua alasan yg akan diutarakannya nanti. Namun tangannya ditepis dengan kasar oleh Sunwoo. Lantas, kembali mendekap erat tubuh kecil disampingnya itu. Berharap dapat memberikan perlindungan dari orang yg dimatanya terlihat seperti iblis berkedok orangtua itu.

Sunwoo : “GAUSAH PEGANG PEGANG PAPI!! Kamu itu jahat!! Aku gamau punya orangtua jahat kaya kamu!!”

Juyeon : “Nu, papa mohon.. kasih papa kesempatan buat ngomong.”

Sunwoo : “Setelah bertahun tahun hidup dengan berbagai macam rasa sakit yg papa kasih, papa pikir aku bakal semudah itu percaya sama apa yg papa bilang? Engga. Bahkan aku udah lama mutusin buat berhenti peduli sama papa lagi. Maaf, sakitnya udah terlalu dalam. Hidupku yg hancur udah terlalu sulit buat ditata lagi.”

Dirasa tak mendapatkan dukungan dari Sunwoo, Juyeon beralih pada Eric, dengan Hyunjae yg kini telah duduk manis disebelah anak remajanya tersebut.

Juyeon : “Eric..”

Eric : “apa? 🙄”

Juyeon : “ini papa..”

Eric : “iya tau. Terus kenapa?”

Juyeon : “ini pertama kalinya kita ketemu. Kamu-

Eric : “aku bakal ngakuin papa kalo Sonu sama papinya udah ngasih maaf. Ohya, minta maaf sama nenek juga ya? Kasian nenek harus hidup sendirian di masa tuanya gara gara anaknya gatau diri.”

Changmin : “gimana rasanya ga diakuin mas? Gimana rasanya dicampakin dan ga dianggep sama anak anak yg dulu pas masih dalam kandungan kamu janjiin sebuah keadilan dan tanggung jawab besar buat mereka berdua nantinya. Gimana? Enak?”

Hyunjae : “aku ga nyangka sih kamu bisa jadi manusia sebiadap ini. Anak anak ini punya salah apa sama kamu mas? SALAH APA?!”

Changmin : “mas, udah cukup buat mereka sedih karna harus terlahir dari sebuah kesalahan. Tapi tolong jangan disakiti lebih dalem lagi.. kasian mas. Mereka gatau apa apa. Mereka ga minta buat dilahirin. Mereka juga gabisa milih buat terlahir dari orangtua yg kaya apa. Jangan sampe mereka nyesel terlahir ke dunia karna kelakuan kamu itu mas.”

Juyeon : “maaf.. maafin aku. Aku ngaku salah. Tapi aku udah gatau harus gimana lagi. Jadi mulai detik ini aku ga akan berhenti buat minta maaf sama kalian semua. Tapi tolong denger dulu. Kalo kalian nanya kenapa aku jadi kaya gini, jujur aku sendiri juga gatau. Yg jelas, tiap aku pengen berusaha jadi seorang kepala keluarga yg baik, aku selalu inget Hyunjae dan satu anakku yg lain, yg udah dia bawa pergi. Rasa bersalah yg menghantui aku bertahun tahun karna aku gabisa bertanggung jawab sama mereka bikin aku selalu mikir yg engga engga. Misalnya, gimana kalo terjadi sesuatu yg buruk sama mereka diluar sana? Mereka cuma hidup berdua, ga ada yg ngelindungin. Sementara Changmin sama Sonu disini hidupnya terjamin karna punya aku sebagai penanggung jawab. Semua itu bikin aku marah sama diriku sendiri, marah sama keadaan juga karna aku gabisa adil. Padahal dulu aku udah janji bakal jagain dan tanggung jawab juga sama dua duanya apapun yg terjadi. Dan mungkin tanpa sadar aku udah ngelampiasin semua itu ke Changmin sama Sonu. Karna di pikiranku selalu kebayang gimana bisa Changmin sama Sonu disini hidup enak tapi Hyunjae sama Eric engga. Bahkan aku gatau gimana hidup mereka diluar sana. Mereka baik baik aja apa engga aku gatau. Maaf..”

Dengan masih bersimpuh dilantai, kepala Juyeon tertunduk dalam. ia menangis. Tak kuasa pula ia menatap orang orang yg berada dihadapannya.

Hingga beberapa saat kemudian suasana masih terasa sangat hening. Tak ada satupun yg bersuara. Semuanya sedang sibuk bergelut dengan pikirannya masing masing.

Setelah merasa sedikit tenang, Juyeon pun memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. Diraihnya pula kedua tangan anak anaknya. Lalu berkata,

“Maaf, karna kalian terlahir dari sebuah kesalahan. Maaf karna kalian udah terlahir dari orang yg gabaik kaya papa. Maaf karna selama ini kalian gapernah ngerasain apa itu kasih sayang. Eric, maaf karna kamu terlahir dengan orangtua yg ga lengkap. Sonu, maaf karna kamu harus menjalani hari hari yg berat sejak lahir sampe detik ini. Maaf nak.. maafin papa kalian yg brengsek ini.. kalian berhak ngelakuin apapun yg kalian mau. Kalian boleh benci sama papa. Bahkan kalian boleh ninggalin papa kalo kalian mau. Papa bakal nerima itu semua dengan lapang dada sebagai konsekuensi atas apa yg papa lakuin selama ini.”

Dirasa telah tuntas akan apa yg selama ini mengganjal dihati dan ingin diutarakan, Juyeon pun bangkit dari tempatnya, melepaskan tangan kedua anaknya, lantas berbalik badan dan melangkah pergi.

Namun tak disangka, kedua anak remajanya itu mengejarnya, lalu memeluknya erat. Juyeon yg tak mengira akan mendapatkan feedback yg baik dari anak anaknya pun terharu dibuatnya. Dibalasnya dekapan kedua anaknya tersebut. Diusapnya puncak kepala keduanya yg kini tenggelam didalam rengkuhannya dengan air mata bahagia yg mengalir deras.

Juyeon : “sekali lagi maaf..”

Sunwoo : “berubah ya? Kalo papa berubah kita bakal maafin papa.”

Eric : “a-aku mmm gatau mau ngomong apa. Tapi aku seneng akhirnya bisa ketemu sama papa kandungku. Yaaa walaupun bukan pertemuan kaya gini yg aku mau.”

Juyeon : “iya nak papa janji bakal jadi orang tua yg baik buat kalian. Nu, ayo pulang dulu udah malem. Papinya ajakin gih.. Eric, papa pulang dulu ya? Besok aja papa kesini lagi sama Sonu.”

Eric : “kok pulang? ☹️ aku boleh ikut gak?”

Juyeon : “tanya sama papi dulu ya?”

Hyunjae : “boleh kalo kamu mau ikut. Pamit sama ayah dulu sana.”

Juyeon : “ayah???”

Sangyeon : “saya ayah sambungnya Eric.”

Juyeon : “pak Dokter???”

Sangyeon : “haha iya, kita ketemu lagi 😅 Changmin sudah sembuh?”

Changmin : “sudah pak dokter. Soalnya anak saya sudah ketemu. Ternyata pak dokter sendiri yg nyulik hehehe..”

Sangyeon : “loh iya ternyata saya sendiri yg nyulik. Maaf ya saya gatau kalo Sonu anak kalian 😅.”

Changmin : “iya gapapa kok. Makasih ya pak dokter karna udah baik sama Sonu? Hyunjae juga. Dulu udah nolongin aku sekarang nolongin anak aku. Aku gatau harus gimana lagi berterimakasih sama kamu atas semua kebaikan kamu selama ini..”

Hyunjae : “semua pertolongan ini datengnya dari Tuhan. Aku cuma perantaranya. Udah sana pulang istirahat. Katanya lagi sakit?”

Changmin : “udah sembuh kok. Beneran..”

Hyunjae : “titip Eric ya? Btw anak itu agak hiperaktif. Jadi kalo gabisa diem iket aja di pohon.”


Ditengah tengah gempuran rasa pusing dan efek berputar yg mendera, Juyeon berusaha sebisa mungkin untuk menutup mata dan pergi tidur karna efek alkohol yg baru terasa kini semakin menyiksanya.

Dan semakin dirasakan, hal tersebut semakin membuat kepalanya sakit serta timbulnya efek mual karna perutnya juga terasa seperti diaduk.

Untunglah, Juyeon tak membutuhkan waktu yg lama untuk membuat dirinya terlelap karna beberapa menit kemudian rasa kantuk mulai datang. Namun tiba tiba ia merasakan sebuah pergerakan sebelum berhasil terlarut di dalam mimpi.

Juyeon yg berada diambang batas sadar antara kantuk dan efek alkohol itupun sebenarnya enggan membuka mata. Kepalanya terasa sangat berat namun ia penasaran juga apa yg sedang terjadi karna ia merasakan sesuatu yg hangat dibawah sana.

Dan betapa terkejutnya Juyeon kala ia melihat Hyunjae yg tengah sibuk mengoral penisnya dengan mulut dibawah sana dengan keadaan tubuh keduanya yg polos tanpa terbalut sehelai benangpun. Entah kapan Hyunjae melucuti sisa pakaian ditubuh mereka, Juyeon benar benar tak sadar.

Hyunjae yg menyadari bahwa Juyeon telah membuka matanya pun menghentikan kegiatannya, lalu berpindah duduk diatas tubuh Juyeon dan menggesekkan penis keduanya dengan tatapan usil serta smirk yg tercetak dibibirnya.

Namun suasana tetap hening. Tak ada sedikitpun percakapan yg tercipta diantara keduanya. Juyeon hanya berdiam diri melihat Hyunjae melakukan apa yg ia mau. Antara kaget dan menipisnya tingkat kesadaran.

Wajah Hyunjae masih merah padam. Membuatnya terlihat sangat seksi dimata Juyeon. Hingga tanpa disadari, beberapa saat kemudian keduanya telah saling melumat agresif dengan posisi Hyunjae yg masih berada diatas. Pinggulnya juga tak berhenti bergerak menekan nekan kejantanan Juyeon yg kini telah menegak sempurna. Sesekali, Hyunjae juga akan menggesek gesekkannya hingga timbul lah sensasi aneh yg membuat nafsu keduanya semakin memuncak ditengah kesadaran yg sangat tipis tersebut.

Juyeonpun gelap mata. Kini ia membalikkan posisi keduanya dan membuat Hyunjae berada diatas. Kalap mencumbu kekasihnya itu dan menikmati setiap inci kulit mulusnya dengan bibir dan lidahnya. Membuat Hyunjae mendesah nikmat. Dan desahan tersebut adalah suara terindah yg pernah Juyeon dengar.

Setelah puas dengan bibir dan leher Hyunjae yg kini penuh dengan bercak merah, Juyeon pun turun menuju spot favoritnya, yaitu dada Hyunjae. Jika kedua tangannya sibuk meremas, maka mulut dan lidahnya sibuk menyesapi kedua nipple pink Hyunjae. Membuat si target mengerang menahan rasa geli namun candu tersebut. Ia pun beberapa kali menekan kepala Juyeon agar menghisap lebih kuat lagi.

Hyunjae juga akan membusungkan dadanya kala Juyeon dengan sengaja memberikan gigitan gigitan kecil pada kedua nipplenya itu. Setiap hal yg Juyeon lakukan selalu berhasil membuatnya menggila dan selalu ingin lebih.

Jika satu tangannya tengah sibuk mencengkeram rambut Juyeon, maka satunya lagi terulur kebawah meraih kejantanan Juyeon yg besar. Mengocoknya dan sesekali memberikan pijatan lembut membuat benda tersebut semakin mengeras hingga urat uratnya ikut timbul.

Kesadaran keduanya yg kini telah menghilang, membuat kegiatan tersebut semakin memanas dan berakhir runtuhlah tembok pertahanan keduanya.

Kalap.

Dan entah sejak kapan keduanya melebur menjadi satu. Tak hanya saling mencumbu, namun juga berbagi kenikmatan.

Seberapa kuatnya mereka berusaha untuk tetap sadar dan menahan diri, malam itu pengaruh alkohol telah mengambil alih kontrol keduanya. Hingga berlomba lomba untuk mengejar kenikmatan. Dan saling menyentuh disemua bagian tanpa terkecuali. Menikmati setiap inci kulit satu sama lain.

Hyunjae yg telah hilang kewarasannya itu tak sadar jika kini ia telah membiarkan Juyeon masuk kedalam 'dirinya'. Dan Juyeon yg telah runtuh pertahanannya itupun juga tak menyadari bahwa ia sedang menggagahi kekasihnya. Menikmati 'sesuatu' yg selama ini hanya dalam bayangannya. Menghujamnya tanpa ampun hingga seringkali membuat Hyunjae berteriak dan memohon ampun karna rasa sakit namun Juyeon yg telah gelap mata itupun tak peduli.

Juyeon terus memaksakan kejantanannya yg besar itu untuk tenggelam hingga kepangkal pangkalnya. Membuat Hyunjae membusungkan badannya sembari mencengkeram seprai dikedua sisinya erat erat. Walaupun sakit, entah mengapa rasanya secandu itu hingga membuatnya ingin terus berada dibawah kungkungan Juyeon, mengiba untuk terus disakiti dengan kejantanan kekasihnya yg berukuran jauh lebih besar darinya tersebut.

Dalam seadaan seperti ini, aura dominan Juyeon terasa jauh lebih kuat dan mengintimidasi. Membuat Hyunjae merasa ciut dan serasa ingin tunduk, membiarkan Juyeon melakukan apapun pada dirinya. Menikmati setiap afeksi yg diberikan dan juga memberikan semua yg ia punya pada kekasihnya tersebut.


16.00

Akhirnya, waktu yg Hyunjae tunggupun telah tiba. Buru buru ia membereskan meja dan tas kerjanya, lalu menyambar jasnya yg sedari tadi tersampir di kursi.

Namun sesampainya ia di lobby, Hyunjae dibuat terkejut oleh keberadaan Chanhee. Keduanya memang bekerja ditempat yg sama, namun berbeda divisi. Oleh karenanya mereka jarang bisa bertemu di dalam gedung yg sebesar itu.

“Chanhee? Tumben belum pulang? Biasanya gercep.”

“Sengaja. Nungguin lo. Gue mau ngomong.”

“Duh gimana ya? Gue udah ada janji sama temen. Makanya buru buru.”

“Bentar aja. Gue butuh penjelasan. Gue gabakal ngajakin lo debat panjang lebar. Gue cuma pengen denger keputusan lo soal 'kita' kedepannya.”

“Oke oke gue ngerti tapi gue beneran gapunya waktu. Soalnya gue harus jemput temen dulu.”

“Kalo gitu gue nebeng deh. Kita bisa ngobrol sambil jalan biar ga buang buang waktu lo yg berharga itu.”

Hyunjar berpikir sejenak. Inginnya menolak namun ia juga merasa bersalah karna telah berkali kali mengingkari janjinya pada Chanhee demi Juyeon. Ia juga merasa bersalah karna tak dapat memberikan alasan dan kejelasan pada uke cantik yg akhir akhir ini ia perjuangkan tersebut. Hyunjae sadar bahwa ia telah memberi banyak kekecewaan pada Chanhee dan berakhir menyetujui permintaan Chanhee tersebut.

“Yaudah ayo. Tapi kita jemput temen gue dulu ya? Abis itu gue anter lo pulang. Lo bisa ngomong selagi kita ada di jalan. Gimana?”

“Oke, ga masalah.”

Setelahnya, selama dalam perjalanan menuju tempat dimana Juyeon bekerja, keduanya malah bungkam. Sibuk berkutat dengan pikirannya masing-masing, yg telah melenceng jauh dari rencana awal, dari apa yg ingin mereka perbincangkan.

Hyunjae terus terusan mengkhawatirkan Juyeon, bagaimana jadinya nanti jika Juyeon tau bahwa ada Chanhee diantara keduanya. Hyunjae juga takut jika hubungannya dengan Chanhee terungkap secara gamblang, itu akan berdampak buruk pada keduanya. Entah sejak kapan Hyunjae lebih memprioritaskan Juyeon diatas urusannya yg lain serta menjaga perasaannya agar tetap baik baik saja. Yg jelas Hyunjae takut hal ini akan melukai perasaan Juyeon.

Sementara Chanhee sendiri, dibalik kebungkamannya, merasa sangat penasaran siapa sosok dibalik perubahan Hyunjae selama ini dan dengan mudahnya melewatkan dirinya. Karna keduanya telah lama berproses, dan ia pikir kebahagiaan lah yg akan didapat pada akhirnya.

Sesampainya ditempat kerja Juyeon, Hyunjae terus terusan melirik kesamping dengan gelisah. Namun Chanhee justru terlihat sangat tenang. Hingga beberapa saat kemudian pintu penumpang dibagian depan pun terbuka, membuat Hyunjae dan Chanhee terkejut.

“Ohh ada orangnya. Lo mau ada urusan kah?”

“Mati gue.. udah lo-gue aja ngobrolnya.” batin Hyunjae. Namun ia pikir tak ada salahnya mengobrol santai selayaknya 'teman biasa' agar suasana tak terasa canggung di depan Chanhee.

“Eh, engga kok. Lo dibelakang dulu gapapa ya?”

“Lanjut aja kalo emang ada urusan. Gue bisa pulang sendiri kok.”

“Masuk, Lee Juyeon. Kita cuma perlu nganter dia pulang dan beres. Ga ada yg harus didebatin disini. Dia cuma mau nebeng. Jangan ribet kek uke.”

Juyeon dibuat gemetar juga pada akhirnya. Ia tak menyangka bahwa sisi dominan Hyunjae akan bisa setegas dan sekeras kepala ini. Dan ia pun berakhir menurutinya.

“ohh jadi menurut lo uke itu ribet ya?”

“iya.”

“gue juga dong?”

“iya.”

“terus lo mau pacaran sama siapa deh? Mau nyari pasangan kaya apa kalo menurut lo semua uke itu ribet?”

“bahas aja apa yg mau lo omongin. Gausah berbelit kaya gini. Gausah bahas hal hal yg gapenting. Rumah lo ga begitu jauh dari sini. Lo gapunya banyak waktu.”

“jadi, kita gimana kedepannya? Gue sih ngerasanya lo udah ga seantusias dulu lagi. Kaya emang udah niat mau pergi tapi gue gapaham kenapa lo terus terusan nahan kaya seolah olah mau ngasih alasan tiap gue mulai overthinking tapi ujung ujungnya lo gapernah nongol dan ngilang gitu aja. Gapernah ngasih kejelasan dan gapernah nepatin janji lo buat nemuin gue lagi. Kalo emang mau nyerah yaudah bilang biar gue ga ngarep sendirian. Jahat banget lo.”

Atmosfer di dalam kendaraan tersebut mulai terasa mencekam. Entah kenapa lidah Hyunjae merasa kelu. Jujur, sayang rasanya jika semua usahanya selama ini berujung sia sia. Namun Hyunjae tak lagi merasakan getaran dihatinya kala ia berada didekat Chanhee. Sebelum memberi jawaban, ia sedikit mencuri pandang dari kaca sepion diatas kepalanya, lalu mendapati Juyeon yg tengah menatapnya tajam dari kaca tersebut dengan kedua tangan yg bersedekap. Aura Juyeon sangat mengintimidasi hingga membuatnya sedikit gemetar.

“Chan, sorry to say tapi lo bener, gue mau berhenti. Karna rasanya udah gasama kaya yg dulu lagi..”

“Nah gini kek dari kemarin kemarin. Kan lega gue. Jadi gaperlu nungguin lo tanpa kejelasan gini.”

Lalu tiba tiba kepala Juyeon muncul diantara keduanya, lantas membisikkan sesuatu pada Hyunjae,

“Goodboy..” dengan smirk yg terukir pada wajahnya. Lalu melirik tajam pada Chanhee sekilas, kemudian kembali menyamankan posisi duduknya.

Hyunjae pun mematung dibuatnya. Tak tau harus bereaksi seperti apa. Ia juga merasa sangat awkward karna walaupun Juyeon berbisik, namun Hyunjae yakin Chanhee mendengarnya.

Hingga tiba tiba...

“Stop!”

Hyunjae lantas menepikan mobilnya kala mendengar intruksi dari Chanhee. Kemudian disusul dengan keluarnya Chanhee dari mobil tersebut.

“Loh mau kenapa Chan?”

“Temen lo suruh pindah kedepan aja gapapa.”

“Mau tuker tempat duduk?”

“Engga. Gue turun disini aja.”

Setelahnya Chanhee pergi begitu saja tanpa pamit.